Ada 3 bentuk pemikiran atau logika dalam setiap individu, yaitu
pengertian (konsep), pernyataan (proporsisi), dan penalaran
(reasoning). Penalaran merupakan
bentuk tertinggi dari ke tiga bentuk pemikiran tersebut , sehingga
penalaran akan lebih rumit jika dibandingkan dengan pengertian dan
pernyataan (proporsisi). Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak
dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah
konsep dan pengertian. Secara sederhana, penalaran didefenisikan sebagai
proses pengambilan kesimpulan berdasarkan proporsisi – proporsisi yang
mendahuluinya.
Contoh:
Logam 1 dipanasi memuai.
Logam 2 dipanasi memuai.
Logam 3 dipanasi memuai, dst.
Jadi disimpulkan: Semua logam yang dipanasi memuai.
Dari contoh di atas, daapat diketahu bahwa penalaran merupakan gerak
pikiran dari proposisi1, proporsisi2, dst, hingga proporsisi yang
terakhir (=kesimpulan). Jadi penalaran merupakan suatu proses pikiran
yang terdiri dari premis (antasedens) dan konklusi (consequence). Premis
merupakan proposisi yang dijadikan sebagai dasar penyimpulan, sedangkan
konklusi adalah hasil kesimpulannya.
Metode di dalam penalaran dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu metode penalaran deduktif dan metode penalaran induktif.
1. Metode penalaran deduktif.
Metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu,
kemudian dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Dengan kata
lain, metode ini memiliki konklusi lebih sempit dari pada premisnya.
Contoh:
Semua manusia akan mati. (premis mayor)
Gunawan adalah manusia. (premis minor)
Jadi: Gunawan akan mati. (konnklusi)
2. Metode penalaran induktif.
Kebalikan dari metode penalaran deduktif. Metode ini digunakan dalam
berpikir dengan menerapkan hal-hal dari khusus ke umum. Dengan kata
lain, metode ini memiliki konklusi yang lebih luas daripada premisnya.
Contoh:
Logam 1 memuai kalau dipanaskan. (premis mayor)
Logam 2 memuai kalau dipanaskan. (premis minor)
Jadi: Semua logam memuai kalau dipanaskan. (konklusi)
Hukum – Hukum Penalaran
Hukum penalaran ini dibuat untuk memberikan penjelasan dan
menerangkan bahwa “benar” tidak sama dengan “logis”. “Benar” dalam hal
ini berhubungan dengan proporsisi. Proporsisi dikatakan benar jika ada
kesesuaian antara subjek dan predikat. Sedangkan “logis” berkaitan
dengan penalaran (reasoning). Suatu penalaran dapat dikatakan logis jika
penalaran tersebut memiliki bentuk yang tepat.
Hukum pertama: Jika premis benar, konklusi benar.
Contoh:
Semua manusia akan mati. (premis mayor) → benar
Romeo adalah manusia. (premis minor) → benar
Jadi, Romeo akan mati. (konklusi) → benar
Hukum kedua: Jika konklusi salah, maka premisnya akan salah.
Contoh:
Semua manusia akan mati. (premis mayor) → benar
Malaikat adalah manusia. (premis minor) → salah
Jadi: Malaikat akan mati. (konklusi ) → salah
Jika konklusi juga akan bernilai salah, maka ada premis (kedua-duanya atau salah satu) bernilai salah.
Hukum ketiga: Jika premisnya salah, konklusinya dapat bernilai benar, tetapi dapat juga bernilai salah.
Contoh:
Malaikat itu benda fisik. (premis mayor) → salah
Batu itu malaikat. (premis minor) → salah
Jadi: Batu itu benda fisik. (konklusi) → benar
Hukum keempat: Jika konklusi benar, maka premis dapat benar, tetapi dapat juga bernilai salah
Contohnya dapat dilihat pada contoh hukum ketiga.
sumber: http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/filsafat_ilmu/bab6-penalaran.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar