LINGUISTIK SEBAGAI ILMU
2. 1. Keilmiahan Linguistik
Pada dasarnya setiap limu, termasuk juga ilmu linguistik, tetap mengalami tiga tahap perkembangan sebagai berikut.
Tahap pertama, yakni tahap spekulasi. Dalam tahap ini pembicaraan
mengenai sesuatu dan cara mengambil kesimpulan dilakukan dengan sikap
spekulatif. Artinya kesimpulan itu dibuat tanpa didukung oleh
bukti-bukti empiris dan dilaksanakan tanpa prosedur-prosedur tertentu.
Tindakan spekulatif seperti ini kita lihat misalnya, dalam bidang
geografi dulu orang berpendapat bahwa bumi ini berbentuk datar seperti
meja. Kalau ditanya apa buktinya, atau bagaimana cara membuktikannya,
tentu tidak dapat dijawab, atau kalaupun dijawab akan secara spekulatif
pula. Padahal seperti yang kita tahu, bahwa pandangan atau penglihatan
kita seringkali tidak sesuai dengan kenyataan atau kebenaran faktual.
Dalam
studi bahasa dulu orang mengira bahwa semua bahasa di dunia diturunkan
dari bahasa Ibrani, maka orang juga mengira Adam dan Hawa memakai bahasa
Ibrani di Taman Firdaus. Bahkan sampai akhir abad-17 seorang filosof
Swedia masih menyatakan bahwa di Surga Tuhan berbicara dengan Swedia,
Adam berbahasa Denmark, ular berbahasa Perancis. Semua itu hanyalah
spekulasi yang pada zaman sekarang sukar diterima.
Tahap
kedua, adalah tahap observasi dan klasifikasi. Pada tahap ini para ahli
dibidang bahasa baru mengumpulkan dan menggolong-golongkan segala fakta
bahasa dengan teliti tanpa memberi teori atau kesimpulan apapun.
Kebanyakan ahli sebelum perang kemerdekaan baru bekerja sampai tahap
ini. Bahasa-bahasa di Nusantara didaftarkan, ditelaah ciri-cirinya, lalu
dikelompokkan berdasarkan kesamaan-kesamaan ciri yang dimiliki
bahasa-bahasa tersebut. . Cara seperti ini belum dikatakan “ilmiah”
karena belum sampai tahap penarikan suatu teori. Pada saat ini cara
kerja tahap kedua ini tampaknya masih diperlukan bagi kepentingan
dokumentasi kebahasaan di negeri kita, sebab masih banyak sekali bahasa
di Nusantara ini yang belum terdokumentasikan.
Tahap
ketiga, adalah tahap adanya perumusan teori. Pada tahap ini setiap
disiplin ilmu berusaha memahami masalah-masalah dasar dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan mengenai masalah-masalah itu berdasarkan data
empiris yang dikumpulkan. Kemudian dalam disiplin itu dirumuskan
hipotesis atau hipotesis-hipotesis yang berusaha menjawab
pertanyaan-pertanyaan itu; dan menyusun tes untuk menguji
hipotesis-hipotesis terhadap fakta-fakta yang ada.
Disiplin
linguistik dewasa ini sudah mengalami ketiga tahap diatas. Artinya,
disiplin linguistik itu sekarang sudah bisa dikatakan merupakan kegiatan
ilmiah. Selain tiu bisa dikatakan ketidakspekulatifan dalam penarikan
kesimpulan merupakan salah satu ciri keilmiahan. Tindakan spekulatif
dalam kegiatan ilmiah berarti tindakan itu dalam menarik kesimpulan atau
teori harus didasarkan pada data empiris, yakni data yang nyata ada,
yang terdapat dari alam yang wujudnya dapat diobservasi. Jadi kesimpulan
yang dibuat pada kegiatan ilmiah hanya berlaku selama belum
ditemukannya data baru yang dapat membatalkan kesimpulan itu.
Kegiatan
linguistik juga tidak boleh “dikotori” oleh pengetahuan atau keyakinan
si peneliti. Umpamanya, menurut pengetahuan kita jika prefiks me –
diimbuhkan pada kata dasar yang mulai dengan vokal maka akan muncul
–ng–. oleh karena itu, bentuk merubah yang nyata-nyata secara empiris
ada, kita katakan adalah bentuk yang salah. Seharusnya adalah mengubah,
yaitu dari prefiks me – ditambah dengan bentuk dasar ubah.
Kegiatan
empiris biasanya bekerja secara induktif dan deduktif dengan beruntun.
Artinya, kegiatan itu dimulai dengan mengumpulkan data empiris. Data
empiris itu dianalisis dan diklasifikasikan. Lalu ditarik suatu
kesimpulan umum berdasarkan data empiris itu. Kesimpulan ini biasanya
disebut kesimpulan induktif. Kemudian kesimpulan ini “diuji” lagi pada
data empiris yang diperluas, maka kesimpulan itu berarti semakin kuat
kedudukannya. Apabila data baru itu tidak cocok dengan kesimpulan itu,
maka berarti kesimpulan itu menjadi goyah kedudukannya. Jadi, perlu
diwaspadai dan direvisi.
Dalam
ilmu logika atau ilmu menalar selain adanya penalaran secara induktif ,
mula-mula dikumpulkan data-data khusus, lalu dari data-data khusus
ditarik kesimpulan umum, secara deduktif adalah
kebalikannya. Artinya, suatu kesimpulan mengenai data khusus dilakukan
berdasarkan kesimpulan umum yang telah ada. Namun, kebenaran kesimpulan
deduktif sangat bergantung pada kebenaran kesimpulan umum, yang lazim
disebut premis mayor, yang dipakai untuk menarik kesimpulan deduktif
itu.
Sebagai
ilmu empiris, linguistik berusaha mencari keteraturan atau
kaidah-kaidah yang hakiki dari bahasa yang ditelitinya. Karena itu,
linguistik sering disebut nomotetik. Kemudian sesuai dengan predikat
keilmiahan yang disandangnya linguistik tidak pernah berhenti pada satu
titik kesimpulan, tetapi akan terus menyempurnakan kesimpulan tersebut
berdasarkan data empiris selanjutnya.
Pendekatan
bahasa sebagai bahasa ini, sejalan dengan ciri-ciri hakiki bahasa,
dapat dijabarkan dalam sejumlah konsep sebagai berikut:
Pertama,
karena bahasa adalah bunyi ujaran, maka linguistik melihat bahasa
sebagai bunyi. Artinya bagi linguistik, bahasa lisan adalah primer,
sedangkan bahasa tulis adalah sekunder.
Kedua,
karena bahasa bersifat unik, maka linguistik tidak berusaha menggunakan
kerangka suatu bahasa untuk dikenakan pada bahasa lain.
Ketiga,
karena bahasa adalah suatu sistem, maka linguistik mendekati bahasa
bukan sebagai kumpulan yang terlepas, melainkan sebagai kumpulan unsur
yang satu dengan yang lainnya mempunyai jaringan hubungan. Pendekatan
yang melihat bahasa sebagai kumpulan unsur yang saling berhubungan, atau
sebagai sistem itu, disebut pendekatan struktural. Lawannya disebut
pendekatan otomatis, yaitu yang melihat bahasa sebagai kumpulan
unsur-unsur yang terlepas, yang berdiri sendiri-sendiri.
Keempat,
karena bahasa dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan
perkembangan sosial budaya masyarakat pemakainya, maka linguistik
memperlakukan bahasa sebagai sesuatu yang dinamis. Lalu karena itu pula
linguistik mempelajari bahasa secara sinkronik dan diakronik. Secara
sinkronik artinya mempelajari bahasa dengan berbagai aspeknya pada kurun
waktu tertentu. Studi sinkronik bersifat deskriptif karena linguistik
hanya mencoba memberikan keadaan bahasa itu menurut apa adanya dalam
kurun waktu terbatas. Secara diakronik, artinya mempelajari bahasa
dengan berbagai aspek dan perkembangannya dari waktu ke waktu, sepanjang
kehidupan bahasa itu. Secara diakronik sering juga disebut studi
histori komparatif.
Kelima,
karena sifat empirisnya, maka linguistik mendekati bahasa secara
deskripstif dan tidak secara prespektif. Artinya, yang penting dalam
linguistik adalah apa yang sebenarnya diungkapkan seseorang (sebagai
data empiris) dan bukan apa yang menurut si peneliti seharusnya
diungkapkan.
2. 2. Subdisiplin Linguistik
Setiap
disiplin ilmu biasanya dibagi atas bidang-bidang bawahan (subdisiplin)
atau cabang-cabang berkenaan dengan adanya hubungan disiplin itu dengan
masalah-masalah lain. Pembagian atau pencabangan itu diadakan tentunya
karena objek yang menjadi kajian disiplin ilmu itu sangat luas atau
menjadi luas karena perkembangan dunia ilmu.
Mengingat
bahwa objek linguistik, yaitu bahasa, merupakan fenomena yang tidak
dapat dilepaskan dari segala kegiatan manusian bermasyarakat, sedangkan
kegiatan itu sangat luas, maka subdisiplin atau cabang linguistik itu
sangat luas atau menjadi luas karena perkembangan dunia ilmu. Dalam buku
ini kita akan mencoba mengelompokkan nama-nama subdisiplin linguistik
itu.
2. 2. 1. Berdasarkan
objek kajiannya, apakah bahasa pada umumnya atau bahasa tertentu dapat
dibedakan adanya linguistik umum dan linguistik khusus.
Linguistik
umum: linguistik yang berusaha mengkaji kaidah-kaidah bahasa secara
umum. Kajian umum dan khusus ini dapat dilakukan terhadap keseluruhan
sistem bahasa atau juga hanya pada satu tataran dari sistem bahasa itu.
Pembicaraan dalam buku ini terutama hanya mengenai fonologi, morfologi,
dan sintaksis bahasa pada umumnya.
2. 2. 2. Berdasarkan
objek kajiannya, apakah bahasa pada masa tertentu atau bahasa pada
sepanjang masa dapat dibedakan adanya linguistik sinkronik dan
diakronik.
Linguistik
sinkronik/deskriptif: mengkaji bahasa pada masa yang terbatas. misalnya
mengkaji bahasa pada tahun dua puluhan, bahasa Jawa dewasa ini. Studi
linguistik sinkronik ini biasa disebut juga linguistik deskriptif,
karena berupaya mendeskripsikan bahasa secara apa adanya pada masa
tertentu.
Linguistik
diakronik: berupaya mengkaji bahasa (atau bahasa-bahasa) pada masa
tidak terbatas. Kajian linguistik diakronik ini biasanya bersifat
historis dan komparatif. Tujuan linguistik diakronik ini terutama
adalah untuk mengetahui sejarah struktural bahasa itu beserta dengan
segala bentuk perubahan dan perkembangannya.
2. 2. 3. Berdasarkan
objek kajiannya, apakah struktur internal bahasa/bahasa itu hubungannya
dengan faktor-faktor diluar bahasa dibedakan adanya linguistik mikro
dan linguistik makro (Mikrolinguistik dan makrolinguistik).
Linguistik
mikro mengarahkan kajiannya pada struktur internal suatu bahasa
tertentu atau struktur internal bahasa pada umumnya. Fonologi
menyelidiki ciri-ciri bunyi bahasa, cara terjadinya dan fungsinya dalam
sistem kebahasaan secara keseluruhan. Morfologi menyelidiki struktur
kata, bagian-bagiannya serta cara pembentukannya. Sintaksis menyelidiki
satuan-satuan kata dan satuan-satuan lain diatas kata, hubungan satu
dengan yang lainnya, serta cara penyusunannya sehingga menjadi satuan
ujaran. Morfologi dan sintaksis dalam peristilahan tata bahasa
tradisional biasanya berada dalam satu bidang yaitu
gramatika atau tata bahasa. Semantik menyelidiki makna bahasa baik yang
bersifat leksikal, gramatikal, maupun kontekstual. Leksikologi
menyelidiki liksikon atau kosakata suatu bahasa dari berbagai aspek.
Studi
linguistik mikro ini sesungguhnya merupakan studi dasar linguistik
sebab yang dipelajari adalah struktur internal bahasa itu. Sedangkan
linguistik makro yang menyelidiki bahasa dalam kaitannya dengan
faktor-faktor diluar bahasa, lebih banyak membahas faktor luar bahasanya
daripada struktur internal bahasa. Karena banyaknya masalah yang
terdapat diluar bahasa, maka subdisiplin linguistik makropun menjadi
sangat banyak.
Sosiolinguistik
adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungan
pemakaiannya di masyarakat. Sosiolinguistik ini merupakan ilmu
interdisipliner antara sosiologi dan linguistik. Psikolinguistik adalah
subdisiplin linguistik yang mempelajari hubungan bahasa dengan perilaku
dan akal budi manusia, termasuk bagaimana kemampuan berbahasa itu dapat
diperoleh. Jadi, psikolinguistik ini merupakan ilmu interdisipliner
antara psikologi dan linguistik. Antropolinguistik adalah subdisiplin
linguistik yang mempelajari hubungan bahasa dengan budaya dan pranata
budaya manusia. Antropolinguistik merupakan ilmu interdisipliner antara
antropologi dan linguistik. Stilistika adalah subdisiplin linguistik
yang mempelajari bahasa yang digunakan dalam bentuk-bentuk karya sastra.
Jadi, stilistika adalah ilmu interdisipliner antara linguistik dan ilmu
susastra. Filologi adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari
bahasa, kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bangsa sebagaimana
terdapat dalam bahan-bahan tertulis. Filologi merupakan ilmu
interdisipliner antara linguistik, sejarah, dan kebudayaan. Filsafat
bahasa adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari kodrat hakiki dan
kedudukan bahasa sebagai kegiatan manusia, serta dasar-dasar konseptual
dan teoretis linguistik. Dialektologi adalah subdisiplin linguistik yang
mempelajari batas-batas dialek dan bahasa dalam suatu wilayah tertentu.
Dialektologi ini merupakan ilmu interdisipliner antara linguistik dan
geografi.
2. 2. 4. Berdasarkan
tujuannya, apakah penyelidikan linguistik itu semata-mata untuk
merumuskan teori ataukan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
bisa dibedakan adanya linguistik teoretis dan linguistik terapan
Linguistik
teoretis: mengadakan penyelidikan terhadap bahasa, atau juga terhadap
hubungan bahasa dengan faktor-faktor di luar bahasa untuk menemukan
kaidah-kaidah yang berlaku dalam objek kajiannya. Kegiatannya hanya
untuk kepentingan teori belaka.
2. 2. 5. Berdasarkan
teori yang digunakan dalam penyelidikan bahasa dikenal adanya
linguistik tradisional, linguistik struktural, linguistik
transformasional, linguistik generatif semantik, linguistik relasional
dan linguistik sistemik.
Bidang
sejarah linguistik ini berusaha menyelidiki perkembangan seluk beluk
ilmu linguistik itu sendiri dari masa ke masa, serta mempelajari
pengaruh ilmu-ilmu lain, dan pengaruh pelbagai pranata masyarakat
(kepercayaan, adat istiadat, pendidikan, dsb) terhadap linguistik
sepanjang masa.
Dari
uraian di atas kita lihat betapa luasnya bidang, cabang, atau
subdisiplin linguistik itu. Ini terjadi karena objek linguistik itu,
yaitu bahasa, memang mempunyai jangkauan hubungan yang sangat luas di
dalam kehidupan manusia.
2. 3. ANALISIS LINGUISTIK
Analisis
linguistik dilakukan terhadap bahasa, atau lebih tepat terhadap semua
tataran tingkat bahasa, yaitu fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis,
dan semantik.
2. 3. 1. Struktur, Sistem, dan Distribusi
Bapak linguistik modern, Ferdinand de Saussure (1857 – 1913) dalam bukunya Course de Linguitique Generale
(terbit pertama kali 1916, terjemahannya dalam bahasa Indonesia terbit
1988) membedakan adanya dua jenis hubungan atau relasi yang terdapat
antara satuan-satuan bahasa. Relasi sintagmatik adalah hubungan yang
terdapat antara satuan bahasa di dalam kalimat yang konkret tertentu;
sedangkan relasi asosiatif adalah hubugan yang terdapat dalam bahasa,
namun tidak tampak dalam susunan satuan kalimat.
Hubungan-hubungan
yang terjadi di antara satuan-satuan bahasa bersifat sintagmatis. Jadi,
hubungan sintagmatis ini bersifat linear, atau horizontal antara satuan
yang satu dengan yang lain yang berada di kiri dan kanannya.
Louis
Hjelmslev, seorang linguis Denmark, mengambil alih konsep de Saussure
itu, tetapi dengan sedikit perubahan. Beliau mengganti istilah asosiatif
dengan istilah paradigmatik, serta memberinya pengertian yang lebih
luas. Hubungan paradigmatik tidak hanya berlaku pada tataran morfologi
saja, tetapi juga berlaku untuk semua tataran bahasa.
2. 3. 2. Analisis Bawahan Langsung
Analisis bawahan langsung sering disebut juga analisis unsur langsung, atau analisis bawahan terdekat (Inggrisnya Immediate Constituent Analysis)
adalah suatu teknik dalam menganalisis unsur-unsur atau
konstituen-konstituen yang membangun suatu satuan bahasa, entah satuan
kata, satuan frase, satuan klausa, maupun satuan kalimat. Setiap satuan
bahasa secara apriori diasumsikan terdiri dari dua buah konstituen yang
langsung membangun satuan itu.
2. 3. 3. Analisis Rangkaian Unsur dan Analisis Proses Unsur
Analisis rangkaian unsur (Inggrisnya: item-and-arrangement) mengajarkan bahwa setiap satuan bahasa dibentuk atau ditata dari unsur-unsur lain. Misalnya, satuan tertimbun terdiri dari ter – + timbun, satuan kedinginan terdiri dari dingin + ke –/– an, dan rumah-rumah terdiri dari rumah + rumah.
Jadi, dalam analisis rangkaian unsur ini setiap satuan bahasa “terdiri
dari . . . “, bukan “dibentuk dari . . . ” sebagai hasil dari suatu
proses pembentukan.
Berbeda dengan analisis rangkaian unsur, maka analisis proses unsur (bahasa Inggrisnya: item-and-process) menganggap setiap satuan bahasa adalah merupakan hasil dari suatu proses pembentukan. Jadi, bentuk tertimbun adalah hasil dari proses prefiksasi ter – dengan dasar timbun, bentuk kedinginan adalah hasil dari proses konfiksasi ke –/– an dengan dasar dingin, dan bentuk rumah-rumah adalah hasil dari reduplikasi terhadap dasar rumah.
2. 4. MANFAAT LINGUISTIK
Bagi
linguis sendiri pengetahuan yang luas mengenai linguistik tentu akan
sangat membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya. Bagi
peneliti, kritikus, dan peminat sastra linguistik akan membantunya dalam
memahami karya-karya sastra dengan lebih baik, sebab bahasa, yang
menjadi objek penelitian linguistik itu, merupakan wadah pelahiran karya
sastra.
Bagi
guru, terutama guru bahasa, pengetahuan linguistik sangat penting,
mulai dari subdisiplin fonologi, morfologi, sintaksis, semantik,
leksikologi, sampai dengan pengetahuan mengenai hubungan bahasa dengan
kemasyarakatn dan kebudayaan. Kalau mereka mempunyai pengetahuan
linguistik, maka mereka akan dapat dengan lebih mudah menyampaikan mata
pelajarannya.
Bagi
penerjemah, pengetahuan linguistik mutlak diperlukan bukan hanya yang
berkenaan dengan morfologi, sintaksis, dan semantik linguistik, tetapi
juga yang berkenaan dengan sosiolinguistik dan kontrastif linguistik.
Bagi penyusun kamus atau leksikografer menguasai semua aspek linguistik
mutlak diperlukan, sebab semua pengetahuan linguistik akan memberi
manfaat dalam menyelesaikan tugasnya. Tanpa pengetahuan semua aspek
linguistik kiranya tidak mungkin sebuah kamus dapat disusun.
Pengetahuan
linguistik juga memberi manfaat bagi penyusun buku pelajaran atau buku
teks. Pengetahuan linguistik akan memberi tuntunan bagi penyusun buku
teks dalam menyusun kalimat yang tepat, memilih kosakata yang sesuai
dengan jenjang usia pembaca buku tersebut.
Manfaat linguistik
bagi para negarawan atau politikus: Pertama, sebagai negarawan atau
politikus yang harus memperjuangkan ideologi dan konsep-konsep
kenegaraan atau pemerintahan, secara lisan dia harus menguasai bahasa
dengan baik. Kedua, kalau politikus atau negarawan itu menguasai masalah
linguistik dan sosiolinguistik, khususnya, dalam kaitannya dengan
kemasyarakatan, maka tentu dia akan dapat meredam dan menyelesaikan
gejolak sosial yang terjadi dalam masyarakat akibat dari perbedaan dan
pertentangan bahasa.
Sumber : http://pgsdunnes2008.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar