Oleh : Connie Rahakundini Bakrie
Berdasarkan tinjuan sejarah dari berbagai kerajaan di Nusantara pada
masa lalu, Indonesia sebenarnya adalah negara yang berwatak maritim.
Namun demikian, watak kemaritiman tersebut saat ini sudah tidak lagi
eksis, beberapa kalangan berkesimpulan agar dapat menjadi bangsa yang
kuat dan disegani dimata internasional maka Indonesia harus kembali
berwawasan maritim dan bukannya berorientasi daratan (land minded).
Konteks Sejarah Pemaknaan atas lagu yang ditulis oleh Ibu Sud (1940)
yang menggambarkan bahwa nenek moyang Bangsa Indonesia adalah pelaut,
tafsiran atas bukti arkeologi di Cadas Gua, Pulau Muna Seram, berupa
artefak dari tahun 1.000 SM, yang menjelaskan adanya hubungan dengan
suku Aborogin di Australia, serta periode kejayaan kerajaan-kerajaan
Nusantara pada masa pra-sejarah acapkali dijadikan dasar logika dalam
artikel tersebut yang digunakan untuk membangun preposisi dan konklusi
kearah bangsa yang bervisi maritim. Menelusuri makna sejarah dalam
konteks pertahanan negara, pemikiran tersebut terkesan eksklusif dengan
tidak memasukkan perkembangan sejarah Eropa dan hubungan antar negara
serta menegasikan faktor kolonialisme Eropa yang menyebabkan pergeseran
watak maritim Bangsa Indonesia.
Menurut Robert Cooper dalam The Breaking of Nations, Eropa menjadi
besar saat ini tidak terlepas dari sejarah panjang perang antar negara
yang terjadi didaratan Eropa sejak abad ke-14 sampai Perang Dunia II
(1942-1945) serta usaha kolonialisasi dunia seiring dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi pasca penemuan Guttenberg. Pernyataan
ini juga menunjukkan bahwa kerajaan-kerajaan di Nusantara mengalami
masa-masa kejayaan sebelum munculnya kolonialisasi Eropa, dimana
hubungan politik dan perdagangan kerajaan-kerajaan tersebut dibangun
hanya sebatas pada lingkup Asia (M.C. Riclefs, 2005).
Namun, sejak kedatangan para kolonialis Eropa yang tujuan awalnya
untuk berdagang telah merubah peta hubungan internasional dimana
berbagai kerajaan Nusantara tersebut, secara politik-ekonomi hanya
berposisi sebagai objek perdagangan. Akhirnya, eksistensi
kerajaan-kerajaan Nusantara mengalami kemunduran pada masa kolonialisme
Eropa. Fakta ini melahirkan pertanyaan baru, jika visi maritim merupakan
pertahanan politik, ekonomi, dan militer yang terbaik, mengapa sejarah
kerajaan-kerajaan Nusantara tidak mampu menghadapi gelombang
kolonialisasi Eropa?
Pada masa kolonialisme Eropa, kerajaan-kerajaan di Nusantara juga
mudah sekali di adu domba, disamping itu banyak pemerintahan kerajaan
yang ‘bermain mata’ dengan melindungi kepentingan modal asing, sampai
akhirnya terjadi gelombang besar masuknya investasi Barat di Indonesia
pasca periode tanam paksa dan revolusi industri (Kunio, 1990). Hal ini
memberikan bukti atas lemahnya kekuatan matra darat. Padahal, matra
darat merupakan unsur terpenting dalam konteks kedaulatan negara dimana
menjadi pusat pengorganisasian visi, tujuan dan struktur politik
pemerintahan, baik yang bersifat kedalam maupun keluar.
Pergeseran Watak Maritim
Berdasarkan uraian tersebut, terjadinya pergeseran watak kemaritiman bangsa Indonesia dikarenakan tidak dipenuhinya prakondisi menuju visi maritim. Tidak ada kedaulatan negara didunia ini yang dibangun diatas lautan. Artinya, sebelum membangun wawasan maritim yang kuat, dibutuhkan syarat utama terbangunnya kekuatan atas pertahanan matra darat.
Konteks sejarah Eropa menunjukkan bahwa dalam menghadapi perang
didaratan Eropa, orientasi kekuatan matra darat tidaklah dikesampingkan,
bahkan menjadi fokus utama. Pembangunan visi maritim yang kuat
disebabkan sumber daya daratan tidak lagi dapat dimanfaatkan karena
telah berubah menjadi medan pertempuran. Akhirnya muncul kebutuhan atas
visi maritim untuk memenuhi keperluan modal perang dan kemakmuran bangsa
guna mempertahankan kedaulatan negara dari peperangan.
Hancurnya kerajaan-kerajaan Nusantara pada dasarnya disebabkan karena
tidak memiliki basis pertahanan atas kekuatan matra darat yang tangguh,
baik sistem dan strategi pemerintahan, ekonomi, intelijen, maupun
angkatan daratnya. Hal ini telah ditunjukkan oleh banyaknya literatur
yang menyatakan bahwa startegi adu domba yang dilakukan oleh kolonialis
pada masa itu terbukti mampu memperlemah kekuatan pertahanan
kerajaan-kerajaan Nusantara disamping budaya main mata para raja yang
melindungi kepentingan para pemodal asing.
Visi kekuatan maritim tidak akan efektif jika tidak didasarkan pada
konsepsi mengenai pertahanan negara yang menyeluruh karena pembangunan
kekuatan maritim sebenarnya merupakan tahap lebih lanjut setelah
dipenuhinya kualitas yang unggul atas pertahanan matra darat.
Merujuk pada negara paling kuat di dunia saat ini, Amerika Serikat,
kekuatan angkatan lautnya yang besar dan mampu melakukan penyerangan
dari laut, udara dan darat, secara bersamaan, tetap dibangun atas dasar
pertahanan negara yang kuat secara menyeluruh. Ketika sebuah negara
memperkuat angkatan lautnya, apalagi ditujukan untuk melakukan invansi,
negara tersebut harus memiliki pertahanan darat, sistem intelijen,
pemerintahan dan perekonomian yang kuat dengan dasar strategi ekonomi
politik yang tangguh dalam menjaga kedaulatan negaranya.
Watak maritim Bangsa Indonesia yang sudah bergeser kearah orientasi
darat merupakan pembelajaran dari pengalaman atas sejarah itu sendiri.
Kolonialisasi Eropa di Indonesia telah menciptakan konflik yang berada
diatas daratan dimana proses perjuangan kemerdekaan bangsa juga
diletakkan pada ruang hidup (lebensraum) dan ruang juang (streitenraum)
didaratan.
Ekonomi Pertahanan: Dimensi Laut
Mengutip R. Willliam Liddle, Profesor Ilmu Politik dari Ohio State University, menyatakan bahwa dua unsur fisik yang mendasar dalam membangun kekuatan negara adalah ekonomi dan militer. Jika sebuah negara tidak memiliki ekonomi dan/atau militer yang kuat, maka sistem pertahanannya tidak akan efektif. Berdasarkan pemikiran tersebut, muncul pertanyaan tentang seberapa besar sumbangan sumber daya laut kepada PDB nasional saat ini dan proyeksinya kedepan dalam konteks pembangunan pertahanan negara yang tangguh?
Mengutip R. Willliam Liddle, Profesor Ilmu Politik dari Ohio State University, menyatakan bahwa dua unsur fisik yang mendasar dalam membangun kekuatan negara adalah ekonomi dan militer. Jika sebuah negara tidak memiliki ekonomi dan/atau militer yang kuat, maka sistem pertahanannya tidak akan efektif. Berdasarkan pemikiran tersebut, muncul pertanyaan tentang seberapa besar sumbangan sumber daya laut kepada PDB nasional saat ini dan proyeksinya kedepan dalam konteks pembangunan pertahanan negara yang tangguh?
Dengan melakukan penghitungan tersebut, kita akan mampu
memprediksikan besarnya kerugian dan keuntungan yang akan ditanggung
oleh bangsa, baik secara ekonomi, politik, maupun militer akibat dari
perubahan visi daratan menuju visi maritim.
Pemanfaatan sumber daya kelautan secara maksimal juga membutuhkan
penguasaan teknologi tinggi, mulai dari teknologi eksplorasi laut sampai
pengamanan wilayah dan jalur perdagangan laut. Sejauh mana teknologi
kelautan yang kita miliki sampai saat ini, jika persoalan pencarian
lokasi jatuhnya maskapai penerbangan kita saja, kita masih meminta
bantuan teknologi asing dan kita juga harus mengelus dada menghadapi
tragedi kehilangan prajurit AL yang berlatih ? Sejauh mana perkembangan
ilmu pengetahuan dan penelitian dibidang teknologi yang tepat guna
mendukung industri kelautan di Indonesia saat ini?
Demikian juga untuk masa mendatang, bagaimana rancangan sistem
industri pertahanan yang berbasis kelautan harus dirumuskan? Sebelum
membuat arah kebijakan yang tepat sebagai bentuk turunan dari visi
politik-ekonomi maritim jangka panjang, berbagai pertanyaan tersebut
perlu dijawab terlebih dahulu. Logikanya, jika konsepsi atas visi
maritim dapat dijelaskan secara konkrit dan applicable, barulah
kebijakan nasional dapat dibangun.
Sekedar memberikan contoh, tidak semua negara besar di dunia yang
memiliki sejarah invansi ekonomi dan militer dibangun berdasarkan visi
maritim. Misalnya Jerman, dengan kekuatan industri mekanika yang
didukung pesatnya ilmu pengetahuan dan penemuan teknologi dibidang
tersebut, membuatnya berada pada posisi lima besar sebagai negara dengan
perekonomian yang paling kuat didunia.
Dalam konteks ekonomi pertahanan dibidang kelautan yang dapat
dilakukan saat ini adalah menambah kapal patroli TNI AL jenis corvett
dan frigate serta secara strategis menambah jumlah kapal selam guna
meningkatkan pengawasan dan pengendalian keamanan diwilayah perairan
kedaulatan NKRI, sehingga kerugian negara dapat ditekan seminimal
mungkin.
Mengingat bangsa Indonesia adalah negara kepulauan, dengan luas laut
yang yang menjadi tanggung jawab Indonesia sekitar 5.8 juta km persegi,
maka wajar laut mempunyai makna penting. Secara politik laut melahirkan
konsepsi tentang persatuan tidak hanya ke dalam, melainkan juga ke luar
sebagaimana telah diakui oleh UNCLOS/l982. Laut juga menjadi media
perhubungan (termasuk perdagangan) yang sangat vital.
Kecenderungan ke depan justru akan menunjukkan makin pentingnya
jalur-jalur perhubungan dan perdagangan laut sejalan dengan proses
globalisasi. Laut juga mempunyai arti ekonomi yang besar karena
kandungan sumber-sumber alamnya. Dengan nilai-nilai penting laut itu dan
pengalaman sejarah, serta lingkungan strategis dan geografis, maka laut
akan menjadi elemen penting bagi pertahanan Indonesia baik secara
konsepsi dan cara pandang pertahanan (geopolitik dan geostrategis),
perumusan kebijakan pertahanan, maupun kepentingan nasional yang harus
dilindungi, terutama kepentingan nasional di dan lewat laut yaitu:
keamanan di perairan wilayah jurisdiksi Indonesia; keamanan GPL dan
ALKI; keamanan sumber alam di laut; perlindungan ekosistem atau
lingkungan laut; stabilitas kawasan strategis yang berbatasan dengan
negara tetangga; keamanan ZEE; dan peningkatan kemampuan industri untuk
mendukung pertahanan negara di laut.
Sebenarnya tidaklah mengherankan jika banyak pandangan yang
menyatakan bahwa arah kebijakan pemerintah untuk membangun Indonesia
menjadi negara yang disegani dan berwibawa dimata internasional
seharusnya berlandaskan pada visi maritim dengan fokus pembangunan TNI
berdasarkan kekuatan angkatan laut. Tetapi perlu disadari bahwasanya
pemikiran ini berarti merubah fundamental sistem negara yang sudah ada
pada saat ini.
Berdasarkan tinjauan diatas maka untuk membangun bangsa dan negara
dalam lingkup pertahanan dan sebelum menyatakan persetujuan atas
pembangunan visi maritim tersebut, pertanyaan mendasar yang harus
diajukan adalah sejauh mana konsepsi kemaritiman ini dapat dijalankan
berdasarkan sistem yang telah ada dan terbangun saat ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar