"SELAMAT DATANG DI BLOG SMK PELAYARAN WIRA SAMUDERA"
Alamat :
Jl. Kokrosono No. 70-A Semarang - Kode Pos 50179 - Telp./Faks. (024) 3559552
Kota Semarang - Jawa Tengah

Minggu, 29 Juli 2012

WAYANG PURWA , PARA DEWA

Nama
Deskripsi Singkat Link Referensi

Antaboga


ANTABOGA, HYANGsemasa muda bernama Nagasesa. Ia juga sering disebut dengan nama Hanantaboga, putra Antanaga dengan Dewi Wasu, putri Hyang Anantaswara, dan merupakan keturunan ke empat Sanghyang Wenang dengan Dewi Sayati.Antaboga menikah dengan Dewi Supreti, dan mempunyai dua orang anak, bernama Dewi Nagagini dan Nagatatmala. Walaupun menyandang nama ’naga’ tetapi Nagagini dan Nagatatmala berwujud manusia.Nagagini menikah dengan Bima dan mempunyai seorang anak bernama Antareja. Dalam keadaan biasa Sanghyang Antaboga berwujud manusia, tetapi dalam keadaan triwikrama, tubuhnya berubah menjadi ular naga raksasa. Setiap 1000 tahun sekali, Sanghyang Antaboga mlungsungi’ berganti kulit’.
Ia juga memiliki Aji Kawastrawan, yang membuatnya dapat menjelma menjadi apa saja, sesuai dengan yang dikehendakinya. Antara lain ia pernah menjelma menjadi garangan putih (semacam musang hutan) yang menyelamatkan Pandawa dan Kunti dari amukan api pada peristiwa Bale Sigala-gala.
(Rupa & Karakter Wayang Purwa oleh Heru S. Sudjarwo)

Asmara


SANGHYANG ASMARA adalah Dewa Kasih Sayang yang diberi tugas untuk mendamaikan suami-istri yang menghadapi hidup jauh dari kebahagiaan, sehingga menjadi suatu pasangan yang penuh dengan cinta kasih, kesetiaan dan ketentraman hidup penuh bahagia. Ia berparas sangat tampan dan tingkah lakunya sangat menarik.
Sanghyang Asmara adalah putra ketiga Sanghyang Manikmaya dengan Dewi Umarakti/Umaranti. Ia mempunyai dua orang saudara kandung bernama : Sanghyang Cakra dan Sanghyang Mahadewa. Sanghyang Asmara juga mempunyai enam orang saudara seayah lain ibu, putra Dewi Umayi masing – masing bernama : Sanghyang Sambo, Sanghyang Brahma, Sanghyang Indra, Sanghyang Bayu, Sanghyang Wisnu dan Bathara Kala.
Sanghyang Asmara mempunyai tempat kedudukan di Kahyangan Mayaretna. Oleh Sanghyang Manikmaya ia juga diberikan tugas memberikan pahala kepada keturunan Witaradya (sejarah para raja). Selain memiliki Aji pangabaran, Sanghyang Asmara juga mempunyai kesaktian berupa ; Asmaragama, Asmaratantra dan Asmaraturida. Rapal Aji Asmaragama pernah diajarkan kepada Prabu Arjunasasra, raja negara Maespati, dan kepada Arjuna, satria Pandawa. Sedangkan Rapal Aji Asmaratantra dan Asmaraturida diajarkan kepada Sri Kresna, raja negara Dwarawati.
(Website Senawangi)

Aswan


BATHARA ASWAN dan BATHARA ASWIN adalah dewa kembar, putra dari Bathara Sumeru, yang berarti masih keturunan Sanghjyang Taya, adik Sanghyang Wenang. Sebagaimana saudara-saudaranya yang lain satu kerunan dari Bathara Sumeru, Bathara Aswan dan Bathara Aswin juga mengemban tugas kewajiban menjaga keselamatan umat di bumi dengan keahliannya masing-masing. Bathara Aswan adalah dewa yang khususnya memerangi segala macam penyakit yang berkembang di bumi, sedang Bathara Aswin adalah dewa yang menguasai ramalan segala sesuatu yang terjadi di dunia.
Bhatara Aswan dan Bathara Aswin memiki sifat dan perwatakan, sabar, teliti, cerdas, setia dan patuh terhadap perintah. Atas perintah Sanghyang Manikmaya (Bathara Guru), Bathara Aswan dan Bathara Aswin turun arcapada (bumi) dengan perantaraan rahim Dewi Madrim — putri Prabu Mandrapati dengan Dewi Tejawati dari Negara Mandaraka —, istri Prabu Pandudewanata raja negara Astina. Bathara Aswan sebagai Pinten atau Nakula, sedangkan Bathara Aswin menjelma sebagai Tansen atau Sadewea. Keduanya merupakan satria kembar dari lima satria Pandawa.
(Website Senawangi)

Aswin


Aswin, Batara oleh sebagian dalang dianggap kembaran Batara Aswan. Sebagian lagi menganggap Batara Aswan dan Batara Aswin adalah satu tokoh yang menyatu dalam wujud Dewa Kembar. Mereka adalaj putra Batara Sumeru dengan Ibu Dewi Kurani.
Dewa Aswan dan Aswin dikenal juga sebagai Dewa Tabib karena ahli dalam obat-obatan dan menyembuhkan berbagai penyakit. Mereka pernah menyembuhkan seorang penggembala bernama Utamanyu dari kebutuaan yang dideritanya sejak lahir. Mereka juga pernah menghadiahkan umur panjang dan kembali muda kepada Maharsi Cyawana, setelah menguji kesetiaan istri pertapa tersebut yang benama Dewi Sukanya.

Baruna


BARUNA, BATARA sering disebut pula dengan nama Batara Waruna. Ia masih keturunan Sanghyang Wenang dari garis keturunan Sanghyang Nioya. Batara Baruna bertempat tinggal di Kahyangan Dasar Samodra. Ia bertugas memelihara ekosistem dan biota laut. Ia berwujud dewa berwajah ikan dan seluruh badannya bersisik ikan. Batara Baruna dapat hidup di darat dan di air. Ia mempunyai cupu berisi air kehidupan Mayausadi.
Dalam pewayangan, Sanghyang Baruna pernah menjelma menjadi manusia dan menggunakan nama Begawan Badawanganala. Selama menjadi petapa itu ia mempunyai dua putri cantik yang disunting Nakula dan Sadewa yaitu Dewi Srengganawati dan Dewi Srenggini.
(Rupa & Karakter Wayang Purwa oleh Heru S. Sudjarwo)

Basuki


BATHARA BASUKIdikenal pula dengan nama Bathara Wasu. Ia adalah putra Bathara Wismanu, keturunan dari Sanghyang Taya, adik Sanghyang Wenang. Bathara Basuki adalah Dewa keselamatan yang berwujud ular putih. Karena ketekunannya bertapa, ia mendapat anugrah dewata berupa Aji Kawrastawan, sehingga dapat beralih rupa menjadi manusia dan dapat beradat-istiadat serta berbicara seperti manusia.Bathara Basuki menjelma kepada satria yang berjiwa selamat/basuki yaitu Prabu Baladewa/Kakrasana, raja negara Mandura yang berkulit putih, sebagai lambang kesucian atau keselamatan, terlepas dan terluput dari segala keburukan dan kesalahan. Bathara Basuki menjelma dalam tubuh Prabu Baladewa sebagai balas jasa atas kebajikan yang pernah dilakukan oleh Prabu Baladewa menyelanmatkan dirinya yang berwujud ular dari kematian di hutan Krendayana. Dengan penitisan Bathara Basuki, sehingga pada masa tuanya, Prabu Baladewa terhindar dari pertikaian keluarga yang berperang dalam Bharatayuda.
Setelah keturunan Yadawa lenyap dan Prabu Baladewa akan meninggal, Bathara Basuki keluar dari tubuh Kakrasana/Prabu Baladewa melalui mulutnya, dijemput oleh para naga, diantaranya Naga Taksaka, Kumuda, Mandarika, Hreda, Durmuka, Praweddi, kembali ke patala.
(Website Senawangi)

Bayu


BAYU, BATARA disebut pula Hyang Pawaka ‘angin’. Dewa Bayu melambangkan kekuatan. Ia putra keempat Sanghyang Manikmaya, Raja Tribuana dengan Permaisuri Dewi Umayi. Karena Sanghyang Manikmaya menitis pada Semar, otomatis Batara Bayu juga diaku sebagai anak Semar. Sanghyang Bayu mempunyai lima orang saudara kandung masing-masing bernama: Batara Sambo, Batara Brahma, Batara Indra, Batara Wisnu, dan Batara Kala.Ia juga mempunyai tiga orang saudara lain ibu yaitu; Batara Cakra, Batara Mahadewa, dan Batara Asmara dari ibu Dewi Umarakti.Menurut wujud rupa wayangnya, Batara Bayu mencerminkan wataknya yang gagah berani, kuat, teguh, bersahaja, pendiam dan mempunyai kekuatan yang dahsyat. Ia tinggal di Kahyangan Panglawung, menikah dengan Dewi Sumi, putri Batara Soma, dan berputra empat orang masing-masing bernama: Batara Sumarma, Batara Sangkara, Batara Sudarma, dan Batara Bismakara. (Rupa & Karakter Wayang Purwa oleh Heru S. Sudjarwo)

Brahma


Tempat : Kayangan Deksina di dalam pedalangan sering disebut kayangan ArgadahanaAyah : Batara Guru Istri : Dewi Saraswati
Ibu : Batari Uma
Kesaktian : Dewa yang menguasai api
Batara Brama pernah memberikan pusaka Alugara dan Nanggala kepada raden Kakrasana pada saat ia bertapa di pertapaan Arsonya. Maka seolah-olah Hyang Brama adalah guru dari raden Kakrasana. maka kalau kita lihat bentuk wayang Prabu Baladewa, raden Kakrasana mirip dengan bentuk wayang Batara Brama.
Batara Brama selalu atau sering mengikuti perjalanan Batara Guru ke Ngarcapada/Bumi menjelma menjadi raja seberang dengan nama misal prabu Dewa Pawaka atau yang lain.Hal ini dapat digagalkan oleh Semar. Sehingga kehendaknya ingin memusnahkan Pandawa atau membuat onar dunia tidak berhasil. Juga dapat dilihat dalam lakon lahirnya Wisanggeni.
Tujuan Batara Drama akan mengawinkan putrinya Dewi Dresanala dengan Dewa Srani serta menceraikan radaen Arjuna. Hal ini dapat digagalkan oleh Semar dan para Pandawa. Jadi kesimpulannya bahwa semua ulah dewa jika salah akan kalah oleh tindakan manusia yang benar.

Bremana


Bremana adalah putera Betara Brama dan mempunyai saudara laki-laki bernama Bremani. Sesudah dewasa Bremana akan di kawinkan dengan putri Betara wisnu (Dewi Srihunon), tetapi Bremana menolak dan atas permintaanya putri ini dikawinkan dengan saudara mudanya (Bremani). Perkawinan terlaksana dan dari perkawinan itu lahirlah seorang putera yang bernama Parikenan.
Setelah Bremani mendapat putera itu, Dewi Srihunon, istrinya dikembalikan kepada mertuanya (Betara Wisnu) dengan alasan bahwa ia tidak bisa hidup bersama lagi dengan puteri itu. Kemudian Dewi Srihunon diperistrikan oleh Bremana.
Bremana bermata jaitan, berhidung mancung, beroman muka tenang, berambut terurai gimbal dan segala pakaiannya serupa dengan Bremani.

Bremani


Bremana Bremmani, Lakon ini oleh sebagian dalang disebut Bramana-Bramani, termasuk lakon pakem, tetapi akhir-akhir ini tidak populer. Kisahnya mengenai perkawinan putra Batara Brama, yakni Bramana dan Bramani dengan Dewi Sri Unon, putri Batara Wisnu.
Pada mulanya Dewi Srihunon diperistri oleh Bambang Bremani, salah seorang putra Batara Brama. Dari perkawinan itu Dewi Srihunon melahirkan putra tunggal bernama Bambang Parikenan, nenek moyang Pandawa dan Kurawa.
Setelah melahirkan Bambang Parikenan, Dewi Srihunon dikembalikan pada Batara Wisnu (mungkin, dalam istilah masa kini diceraikan), dan kemudian diperistri oleh Bambang Bremana, abang Bremani.
Ketika Dewi Srihunon hendak diperistri Bremana, mulanya wanita itu menolak. Namun, setelah dibujuk oleh bekas suaminya, yaitu Bremani, akhirnya Dewi Srihunon bersedia menjadi istri Bremana.
Dari perkawinannya dengan Prabu Bramana beberapa tahun kemudian Dewi Sri Unon melahirkan seorang putri cantik, Dewi Bremanawati, yang kemudian diperistri oleh Prabu Banjaranjali, raja Alengka.
Lakon ini jarang dipentaskan.
http://topmdi.net/republikwayang/?p=63

Cakra


Batara Cakra atau Cakradewa adalah putera Sang Hyang Manikmaya atau Batara Guru dengan Batari Parwati. Batara Cakra berkedudukan di Kahyangan Ujung Semeru. Ia menjalankan tugas sebagai pujangga kahyangan, sedangkan Batara Ganesya atau Batara Gana bertugas menjaga Panti Pustaka Kahyangan.Oleh karena itu Batara Cakra dan Batara Gana sama-sama mempunyai tugas membina kesusastraan, sehingga Batara Gana sebagai lambang dewa kebijaksanaan bidang pendidikan, Batara Cakra sebagai lambang dewa kapujanggan. Karya Batara Cakra yang terkenal adalah Serat Pustaka Jamus Kalimasada dan Jitapsara. Jamus Kalimasada dianugerahkan kepada Puntadewa, Jitapsara dianugerahkan kepada Begawan Palasara.

Calakuta


CALAKUTA, BATARA adalah dewa yang berkuasa atas segala serangga berbisa, menetap di kahyangan Wisabawana yang terletak di lereng Gunung Jamurdipa.
Suatu ketika ketenangan di kahyangan Wisabawana terganggu karena para dewa di bawah pimpinan Batara Guru sedang bergotong royong berusaha mencabut Gunung Jamurdipa untuk digunakan mengaduk samudra dalam upaya mendapatkan tirta amerta. Perbuatan para dewa itu membuat marah Batara Calakuta.
Hingga akhirnya timbul perselisihan diantara mereka. Batara Calakuta dan anak buahnya kewalahan dan kemudian melarikan diri. Dalam pelariannya Batara Calacuta menciptakan telaga beracun yang berisi bisa kalakuta. Hingga suatu saat ketika kehausan, sebagian dari para dewa meminum air tersebut dan kemudian menemui ajal. Begitupun Batara Guru nyaris mengalami hal serupa jika pada saat meminumnya tidak dimuntahkan segera. Namun karena kuatnya pengaruh bisa tersebut, maka leher batara Guru menjadi biru karenanya. Itulah sebabnya Batara Guru mendapatkan nama alias sebagai Sang Hyang Nilakanta yang berarti lehernya biru.
Setelah tirta amerta diperoleh, maka para dewa yang mati karena racun kalakuta dapat dihidupkan lagi.

Candra


Batara Candra adalah salah seorang putera Batara Ismaya dengan ibunya bernama Dewi Kanastren, sedangkan istrinya berjumlah 27 orang. Mereka itu kakak beradik putera Sang Hyang Daksa. Dalam pewayangan dikatakan Batara Candra adalah dewa yang bertugas mengatur dan memelihara rembulan serta sinarnya.Batara Candra termasuk yang disebut-sebut dalam Hastabrata sebagai dewa yang harus diteladani sifat-sifatnya oleh raja yang bijaksana dan selalu bersikap menyenangkan orang banyak.Dalam sebuah kisah diceritakan ada seorang raja siluman gandarwa bernama Prabu Kala Rahu alias Rembuculung yang hendak mencuri Tirta Amerta. Kala Rahu bersembunyi di kegelapan malam, tetapi Batara Candra memergokinya dan melaporkan tempat persembunyiaan itu pada Batara Guru. Pemuka Dewa itu lalu mengutus Batara Wisnu menangkap Kala Rahu. Namun ketika hendak ditangkap, raja siluman itu melawan. Dengan senjata cakra, Batara Wisnu memotong kepala Kala Rahu. Tubuhnya jatuh terhempas ke bumi menjelma menjadi lesung penumbuk padi. Sementara itu kepalanya melayang-layang di angkasa menanti kesempatan membalas untuk menghukum Batara Candra.
Itulah yang menimbulkan legenda gerhana rembulan, yang menyebabkan di masyarakat pedesaan di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali, orang memukul-mukul lesung bila terjadi gerhana bulan, yang dipercaya untuk menghalau Kala Rahu.

Cingkaralaba


Cingkara atau kadang-kadang disebut Cingkarabala adalah saudara kembar Balaupata. Mereka berdua adalah putera Begawan Bremani. Kakaknya yang sulung bernama Manumayasa. Berbeda dengan kakaknya yang lahir sebagai manusia biasa, Cingkara dan Balaupata berujud raksasa.Oleh Batara Guru, Cingkara dan Balaupata ditugasi untuk menjaga Selamatangkep, yaitu gerbang yang menuju ke kahyangan Suralaya. Mengenai siapa orang tua Cingkara dan Balaupata ada versi lain yang menyebutkan bahwa mereka bukan anak Bremani, melainkan anak Maharesi Gopatama, saudara kandung lembu Andini.

Balaupata


Balaupata dan Cingkarabala adalah raksasa kembar. Mereka anak raksasa Gopatama yang masih saudara Lembu Andini. Kedua raksasa ini ditugasi menjaga Kori Selamatangkep dan diangkat menjadi dewa. Barang siapa yang mau masuk naik atau masuk ke Kayangan Suralaya menghadap Batara Guru, maka harus lebih dahulu berhadapan dengan sang penjaga Kori Selamatangkep yang berwujud raksasa kembar. Siapapun yang sanggup mengalahkan atau mendapat izin dari raksasa kembar dapat menghadap Batara Guru.
(Ensiklopedi tokoh-tokoh wayang dan silsilahnya)

Darma


Batara Darma dikenal sebagai dewa yang bertugas menjaga tegaknya keadilan dan kebenaran dalam dunia pewayangan. Dewa inilah yang sebenarnya ayah biologis Puntadewa, atas izin Prabu Pandu Dewanata, istrinya yang bernama Dewi Kunti menerapkan ajian Adityarhedaya untuk mengundang para dewa. Dewa yang pertama dipanggil adalah Batara Darma ini.
Batara Darma pernah melindungi Dewi Drupadi, ketika istri Puntadewa itu hendak ditelanjangi oleh Dursasana. Waktu itu setelah Pandawa ditipu dan kalah main judi dengan para Kurawa, Dewi Drupadi dianggap sebagai barang taruhan yang dimenangkan oleh Kurawa. Di hadapan banyak orang, Dursasana mencoba melepas kain yang dikenakan Dewi Drupadi, namun selalu gagal. Setiap kali kain yang dikenakan dilepaskan dari tubuh Drupadi,saat itu pula secara gaib tubuh Drupadi terlapisi oleh kain yang lain,berkat pertolongan Batara Darma.
Setelah itu, menjelang berakhirnya masa pembuangan Pandawa di hutan Kamiyaka,Batara Darma datang menguji rasa keadilan Puntadewa, anaknya. Dewa itu menyaru sebagai raja gandarwa dan membunuh adik-adik Puntadewa satu persatu.Ia lalu mengajukan berbagai pertanyaan ujian pada Puntadewa yang ternyata dijawab dengan sangat memuaskan.Ketika Puntadewa disuruh memilih mana diantara adik-adiknya yang akan dihidupkan kembali,Puntadewa pun menjawab dengan pertimbangan keadilan yang matang. Karena jawaban Puntadewa yang memuaskan ini, raja gandarwa lalu berubah ujud menjadi Batara Darma, dan keempat adik Puntadewa dihidupkan kembali.
Menjelang kematian Pandawa, Batara Darma juga menjelma menjadi anjing peliharaan Puntadewa.Anjing itu terus mengikuti perjalanan Pandawa dalam perjalanan kelana menjemput kematian dan mengantar Puntadewa sampai ke pintu sorga. Namun ketika Puntadewa hendak masuk ke sorga,oleh penjaga gerbang sorga anjing itu dilarang masuk. Karena penolakan itu Puntadewa lalu protes, Puntadewa enggan masuk ke dalam sorga yang tidak menghargai sebuah kesetiaan. Pada saat itulah si anjing berubah ujud menjadi Batara Darma.

Dewaruci


Dewa Ruci meminta Bima untuk masuk kedalam badannya, melalui telinga kirinya. Walaupun dewa ini sangat kecil, tetapi Bima dapat masuk ke dalam tubuh Dewa Ruci dan menemukan dirinya berada pada suatu dunia yang sangat mengagumkan, damai, dan indah, dimana ia merasa sangat nyaman dan karena itu Bima ingin tetap tinggal disana.Dewa Ruci kemudian menjelaskan makna dari apa yang dilihatnya dan makna dari kehidupan. Menjawab keinginan Bima untuk tinggal disana, Dewa Ruci mengatakan ia boleh tinggal disana setelah kematiannya. Tetapi untuk saat ini, ia harus kembali ke bumi bersama dengan saudara-saudaranya untuk melaksakan kewajiban sebagai ksatria. Bima mengikuti Dewa Ruci dan kembali ke dunia nyata untuk melanjutkan perlawanannya memerangi kejahatan, membela saudara-saudaranya melawan Kurawa.

Dewasrani


BATHARA DEWASRANI adalah putra Sanghyang Manikmaya, raja Tribuana dengan Bathari Durga, wujud Dewi Umayi setelah terkena kutukan Sanghyang Manikmaya. Ia lahir di istana siluman, Setragandamayit. Bathara Dewasrani mempunyai lima orang saudara satu ibu lain ayah, yang secara fisik merupakan putra Bathari Durga/Dewi Pramuni dengan Bathara Kala, masing-masing bernama; Bathara Siwahjaya, Dewi Kalayuwati, Bathara Kalayuwana, Bathara Kalagotama dan Bathara Kartinea.Bathara Dewasrani berwajah tamapan.Selain sakti, juga mempunyai Aji Kawrastawan, dapat beralih rupa menjadi apa saja sesuai kehendaknya. Bathara Dewasrani mempunyai sifat dan perwatakan; serakah, bengis, kejam, suka membuat usil dan mau benarnya sendiri. Berkali-kali ia membuat keributan di Jonggrisaloka dengan berbagai tuntutan yang aneh-aneh. Bathara Dewasrani pernah menuntut untuk dijadikan raja di Kahyangan Kaideran dan dijodohkan dengan Dewi Supraba. Ketika keingginannya ditolak Sanghyang Manikamaya, ia mengamuk, tetapi dapat dikalahkan Bathara Indra. Dewasrani juga pernah mengejar-ngejar Dewi Sri Widowati/Dewi Srisekar, istri Bathara Wisnu sampai keluar Kahyangan Untarasegara.
Atas perbuatannya itu ia dikutuk Bathara Wisnu menjadi babi hutan, dan dapat kembali kewujud aslinya setelah diruwat ibunya, Dewi Pramuni.
Berkali-kali Dewasrani menitis atau menjelma menjadi raja raksasa untuk membuat kekacauaan di Arcapada. Tetapi semua tindakannya itu selalu dapat digagalkan Bathara Wisnu. Karena berbagai tindakannya itu, Dewasrani dikenal sebagai lambang kejahatan.

Dresnala


DRESNALA, DEWI adalah putri ke-10 Sang Hyang Brahma dengan permaisuri Dewi Raraswati. Ia mempunyai 13 saudara kandung diantaranya : Dewi Bramanistri yang dianugerahkan kepada Garuda Briawan/Suwarna/Aruni dan menurunkan golongan garuda, Dewi Bramaniyuta yang menikah dengan Batara Srinada/Prabu Basurata raja negri Wirata, Dewi Bremani yang menikah dengan Prabu Banjaranjali yang menurunkan raja-raja negara Alengka termasuk Prabu Dasamuka.
Dewi Dresnala juga mempunyai 8 orang saudara seayah lain ibu, diantaranya : Batara Brahmanaresi yang menikah dengan Dewi Srihuna, putri Sang Hyang Wisnu. Kemudian Batara Brahmanasadewa yang menikah dengan Dewi Srinadi, putri Sang Hyang Wisnu, berputra Prabu Brahmakestu yang menurunkan raja-raja di Maespati.
Dewi Dresanala pernah dianugerahkan kepada Arjuna, yang kala itu menjadi raja di Kahyangan Kainderan atas jasanya membunuh Prabu Niwatakawaca raja raksasa negara Manikmantaka. Dari perkawinan itu lahirlah Wisanggeni.

Druwasa


Resi Druwasa adalah guru Dewi Kunti yang mengajarkan Ajian Adityarhedaya. Sebenarnya ilmu itu tidak boleh diajarkan pada gadis yang belum menikah, tetapi karena Dewi Kunti terus merengek, akhirnya Resi Druwasa mengajarkan ilmu itu dengan pesan agar jangan sekali-kali dicoba digunakan.Namun pada suatu pagi, di ranjang tidurnya, Dewi Kunti mencoba keampuhan ilmu itu, akibatnya datanglah Batara Surya kepadanya, dan terjadilah sesuatu yang tidak diharapkan. Dewi Kunti mengandung, padahal ia masih gadis.Karena kejadian ini, ayah Dewi Kunti, Prabu Kuntiboja mempersalahkan Resi Druwasa dan menuntut agar Resi Druwasa melahirkan jabang bayi yang dikandung Dewi Kunti tanpa merusak kegadisannya. Oleh Resi Druwasa, bayi itu akhirnya dikeluarkan lewat telinga Dewi Kunti, sebab ilmu yang diajarkan masuk ke dalam diri Dewi Kunti juga lewat telinga. Sesudah dilahirkan , Prabu Kuntiboja memerintahkan bayi itu dibuang ke sungai, kelak bayi ini menjadi seorang ksatria sakti bernama Basukarna.
Sebagai seorang yang berilmu tinggi, Resi Druwasa tahu kelak Dewi Kunti akan sangat membutuhkan ilmu ini. Suatu ketika suaminya tidak akan dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami karena kutukan Begawan Kimindama, padahal ia sangat membutuhkan keturunan. Maka ajian Adityarhedaya terbukti memang bermanfaat untuk memanggil para dewa, sehingga garis keturunannya tidak terputus.

Durga


BATARI DURGA, sebenarnya pada mulanya adalah istri Batara Guru. Yakni waktu ia masih berwajah cantik, dan masih bernama Dewi Uma atau Dewi Umayi. Suatu sore menjelang senja, Batara Guru dan Dewi Uma pergi menghibur diri menunggang Lembu Andini mengangkasa melihat-lihat pemandangan alam. Di atas lautan dekat Nusakambangan, sewaktu angin menyingkap kain yang dikenakan Dewi Uma, Batara Guru tergiur melihat betis istrinya. Ia lalu merayu Dewi Uma dan mengajaknya memadu kasih saat itu juga di atas punggung Lembu Andini.Namun Dewi Uma menolak ajakan itu karena merasa hal itu sangat tidak pantas. Batara Guru tidak menghiraukan penolakan istrinya, dan terus berusaha merayu, sedangkan Dewi Uma terus berusaha menghindar.Akhirnya, karena tak lagi dapat menahan hasratnya, keluarlah (mani) Batara Guru, jatuh ke laut. Penolakan Dewi Uma membuat Batara Guru kesal dan marah. Sepulangnya di kahyangan mereka bertengkar. Apalagi secara diam-diam Lembu Andini kemudian saling memanas-manasi mereka.
Dalam keadaan marah Dewi Uma mengatakan: “Perbuatan seperti tadi Kakanda hanya pantas dilakukan oleh makhluk yang bertaring panjang….” Karena Dewi Uma memiliki kesaktian tinggi, apa yang diucapkannya itu kemudian terjadi.Bukan main marah Batara Guru setelah menyadari taringnya tumbuh menjadi panjang. Tanpa berpikir lagi ia segera membalas mengutuk Dewi Uma menjadi seorang raseksi.
Setelah saling kutuk mengutuk itu keduanya sama-sama menyesal. Karena Dewi Uma telah terlanjur berubah ujud menjadi raksasa, maka Batara Guru menganggapnya tidak pantas lagi menjadi istrinya.
Karena itu Batara Guru lalu menukar badan jasmaninya dengan tubuh Sang Hyang Permoni yang cantik tetapi berhati dengki dan culas. Sedangkan jiwa Sang Hyang Permoni dimasukkan ke tubuh Dewi Uma yang telah berujud raksasa itu, dan diberi nama Batari Durga.
Beberapa saat kemudian datanglah makhluk ganas yang berasal dari kama benih Batara Guru yang jatuh ke laut itu. Makhluk ini mengamuk di kahyangan lalu mengajukan tiga tuntutan, yakni minta diakui sebagai anak, diberi nama, dan diberi istri. Tuntutan ini dikabulkan Batara Guru. Makhluk itu diberi nama Batara Kala, dan diberi istri Batari Durga. Mereka diberi tempat di Kahyangan Setra Gandamayit, di Hutan Krendawahana. Di tempat ini mereka berkuasa atas segala macam jin, gandarwa, hantu, dan makhluk halus lainnya.
Dalam pewayangan, Batari Durga menjadi sesembahan oleh mereka yang memiliki sifat suka mengambil jalan pintas. Burisrawa, misalnya, menyembah dan mohon pertolongan Batari Durga ketika ia tidak dapat membendung rasa rindunya pada Dewi Subadra, istri Arjuna. Dengan bantuan Batari Durga, Burisrawa dapat masuk ke Kasatrian Madukara tanpa diketahui dan kemudian nyaris dapat menodai Subadra. (Lakon Sembadra Larung) Lesmana Mandrakumara, putra sulung Prabu Anom Duryudana, juga pernah minta bantuan Batari Durga agar dapat mempersunting Dewi Pregiwati, putri Arjuna. Walaupun Durga membantunya, usaha ini gagal dan Dewi Pregiwati menjadi istri Pancawala, putra Prabu Yudistira.
Kelak, menjelang pecah Baratayuda, Batari Durga pernah dimintai tolong oleh Dewi Kunti, agar membinasakan gandarwa Kalantaka dan Kalanjaya. Kedua gandarwa sakti itu mengancam keselamatan Pandawa, karena mereka hendak membantu Kurawa. Batari Durga bersedia memenuhi permintaan Kunti, dengan syarat ibu para Pandawa itu harus menyerahkan Sadewa sebagai kurban. Dewi Kunti tidak sanggup memenuhi permintaan Betari Durga itu. Namun ternyata akhirnya Batari Durga dapat pulih kembali menjadi bidadari cantik setelah diruwat oleh Sadewa, salah seorang si kembar dari keluarga Pandawa. Sadewa sanggup meruwat Batari Durga setelah tubuhnya disusupi oleh Batara Guru. Peristiwa itu dikisahkan dalam lakon Sudamala atau Murwakala.
Walaupun pada Wayang Purwa tokoh Batari Durga sering dilukiskan jahat, bengis, dan menakutkan, beberapa sekte agama di India, terutama di wilayah utara, Durga dipuja sebagai dewi pelindung. Mereka percaya Durga adalah Dewi Penolong bagi orang yang sedang terkena musibah atau menderita karena suatu perlakuan yang tidak adil. Dalam seni kriya Wayang Kulit Purwa, tokoh Batari Durga digambarkan dengan tiga wanda, yakni wanda Gidrah, wanda Wewe, dan wanda Gedrug.
http://blvckshadow.blogspot.com/2010/03/batari-durga.html

Dwapara


Batara Dwapara adalah dewa berhati culas, iri dan dengki, sering memfitnah para dewa lainnya. Karena sifat-sifatnya yang buruk itu tidak juga berkurang, ia diusir dari kahyangan lalu dikutuk oleh Sang Hyang Tunggal untuk turun ke dunia guna melampiaskan sifat buruknya. Akibat kutukan Sang Hyang Tunggal itu, Batara Dwapara terpaksa turun ke dunia dan menitis ke seorang bayi, putera Prabu Suwala, Raja Plasajenar.Bayi itu adalah Arya Suman yang setelah dewasa mempunyai nama alias Sengkuni.Kutukan itu diterima Batara Dwapara sewaktu ia diketahui oleh para dewa lainnya telah memfitnah Batara Bayu. Itu pula sebabnya, Patih Sengkuni memiliki watak buruk sebagai tukang fitnah dan dengki. Dan itu pula sebabnya, Bima sebagai anak Batara Bayu amat geram terhadap Sengkuni.

Gagarmayang


GAGARMAYANG, BATARI adalah bidadari keturunan Sang Hyang Triyarta. Ia mempunyai saudara kembar bernama Batari Prabasini. Meskipun memiliki bentuk badan ceking, namun karena kecantikan dan daya sensualnya yang tinggi, Batari Gagarmayang oleh Sang Hyang Manikmaya ditetapkan sebagai salah stau dari 7 bidadari upacara di Suralaya. Bidadari lainnya adalah Batari Supraba, Dewi Lenglengdanu, Batari Irimirin, Batari Tunjungbiru, Batari Warsiki dan Batari Wilutama.
Dalam kisah Arjuna Wiwaha, Batari Gagarmayang pernah diturunkan ke dunia bersama keenam bidadari suralaya lainnya melaksanakan perintah Sang Hyang Indra untuk menggagalkan konsentrasi Arjuna yang sedang bertapa di Goa Mintaraga di lereng Gunung Indrakila.
Mereka gagal dalam tugasnya karena Arjuna tetap konsisten dengan tapanya dan tidak terpengaruh sama sekali atas godaan sensualitas dari bidadari-bidadari nan jelita itu. Malah justru bidadari-bidadari itulah yang sebenarnya “jatuh cinta” kepada kegagahan Arjuna.

Ganesa


Batara Ganesa disebut juga Batara Ganapati atau Batara Gana, dianggap sebagai Dewa Pendidikan, Sastra,dan Penyebar Ilmu Pengetahuan. Ia adalah anak Batara Guru dari Dewi Umaranti, yang tinggal di kahyangan Glugutinatar.Batara Ganesa lahir tidak dalam bentuk manusia, melainkan dalam ujud menyerupai gajah, lengkap dengan gading dan belalainya. Hal ini terjadi karena sesaat setelah Batara Guru dan Dewi Uma saling bercumbu kasih, para dewa datang menghadap. Di antara mereka yang datang menghadap adalah Batara Endra yang mengendarai Gajah Airawata. Gajah itu luar biasa besar, sehingga membuat takjub dan kaget Dewi Uma, yang saat itu lagi mengandung. Karena ketakjubannya itu, maka kemudian Dewi Umaranti melahirkan putera yang bentuk dan wajahnya mirip sekali dengan gajah. Bayi gajah Ganesa ternyata juga memiliki kesaktian luar biasa. Ia dapat mengalahkan raja raksasa Nilarudraka dari kerajaan Glugutinatar, yang datang menyerbu kahyangan. Ketika itu raja raksasa gandarwa itu mengamuk karena lamarannya pada Dewi Gagarmayang ditolak. Setelah dikalahkan, Glugutinatar dijadikan kahyangannya.
Dalam pewayangan, pada lakon Batara Brama Krama, Batara Ganesa pernah diruwat oleh Batara Brama sehingga ujudnya menjadi dewa yang tampan, tidak lagi berkepala gajah. Setelah ujudnya berubah, Batara Ganesa dikenal dengan sebutan Batara Mahadewa. Menurut Adiparwa, yaitu bagian pertama dari Mahabarata, Ganesa juga berjasa menjadi juru tulis Empu Wyasa yang mengarang kitab Mahabarata itu. Nama lain Batara Ganesa adalah Ganapati, Lambakarna, Gajanana, Karimuka dan Gajawadana.

Gangga


GANGGA, BATARI disebut juga Batari Ganggawati, Dewi Angga, Dewi Jahnawi, Dewi Jumpini. Dia adalah istri pertama Prabu Santanu, raja negri Astina. Sebenarnya dia adalah seorang bidadari yang terkena kutukan dewa sehingga harus menjalani hidup di dunia.

Guru


GURU, BATARA atau juga disebut Sang Hyang Manikmaya adalah putra ketiga Sang Hyang Tunggal dengan Dewi Wirandi/Rekatawati, putri Prabu Yuyut/Resi Rekatama, Raja Samodralaya. Dia mempunyai 2 saudara kandung yaitu Sang Hyang Tejamaya/Antaga dan Sang Hyang Ismaya. Batara Guru juga mempunyai 3 orang saudara seayah lain ibu putra Dewi Darmani, putri Sang Hyang Darmayaka dari Selong, yaitu : Sang Hyang Rudra/Dewa Esa, Sang Hyang Dewanjali dan Sang Hyang Darmastuti.
Batara Guru mempunyai 27 nama gelar, tapi yang dikenal diantaranya : Sang Hyang Jagadnata, Sang Hyang Jagadpratingkah, Sang Hyang Pramesti Guru, Sang Hyang Siwa, Sang Hyang Girinata. Dalam dunia pewayangan Sang Hyang Manikmaya mempunyai kekuasaan tertinggi. Ia menguasai 3 lapisan jagat raya yaitu : Mayapada (dunia kadewatan), Madyapada (dunia makhluk halus) dan Arcapada (dunia manusia di bumi).
Batara Guru tinggal di kahyangan Jong Giri Kelasa (dalam pewayangan sering disebut Jonggring Salaka atau Suralaya). Ia beristri Dewi Uma atau Umayi yang sangat cantik jelita dan sakti. Awalnya Dewi Uma tidak bersedia diperistri, kecuali apabila Batara Guru berhasil menangkapnya. Berkali-kali usaha dilakukan Guru untuk memenuhi keinginan itu dengan menangkap Dewi Uma namun selalu gagal karena “kelicinan” gerak Dewi Uma. Hingga setelah sekian lama belum berhasil maka Batara Guru memohon kepada Hyang Wenang, kakeknya, agar ia diberi tambahan sepasang tangan lagi untuk mempermudah menangkap Dewi Uma. Setelah terkabul dan tangan Batara Guru berubah menjadi empat, maka Dewi Uma berhasil ditangkapnya dan kemudian menjadi istrinya. Karena bertangan empat inilah maka Batara Guru sering disebut Sang Hyang Caturbuja.

Indra


INDRA, BATARA adalah dewa keindahan dan dewa prajurit yang memerintah dan mengepalai para hapsari atau bidadari di kahyangan kainderan. Dia adalah putra ketiga dari Sang Hyang Manikmaya dengan permaisuri Dewi Umayi. Batara Indra mempunyai 5 saudara sekandung yaitu Sang Hyang Sambo, Sang Hyang Brahma, Sang Hyang Bayu, Sang Hyang Wisnu dan Batara Kala. Ia juga mempunyai 3 orang saudara seayah lain Ibu, putra Dewi Umarakti yaitu Sang Hyang Cakra, Sang Hyang Mahadewa dan Sang Hyang Asmara.Sang Hyang Indra sangat sakti, apabila tiwikrama mempunyai wibawa halilintar. Ia mempunyai kendaraan gajah yang sangat besar bernama Erawana.Sang Hyang Indra tinggal di kahyangan Rinjamaya dan menikah dengan Dewi Wiryati yang menghasilkan 7 anak yaitu Dewi Tara, Dewi Tari, Batara Citrarata, Batara Citragana, Batara Jayantaka, Batara Jayantara dan Batara Harjunawangsa.

Irimirin


DEWI IRIMIRIN dikenal pula dengan nama Dewi Surendra (pedalangan Jawa), yang mempunyai arti “Seorang yang nafsu birahinya (semangat keseksualannya) amat besar.”Dewi Irimirin adalah salah seorang diantara bidadari upacara Suralaya yang terdiri dari tujuh orang, yaitu Dewi Supraba, Dewi Lenglengdanu, Dewi Irnimirin, Dewi Gagarmayang, Dewi Tunjungbiru, Dewi Warsiki dan Dewi Wilutama. Karena kecantikannya Dewi Irimirin pernah menimbulkan peperangan hebat amtara Suralaya dengan negara Nusahambara. Prabu Kalimantara, raja raksasa negara tersebut mengutus kedua senapati perangnya Arya Dadali dan Arya Sarotama untuk melawar Dewi Irimirin.
Karena lamarannya ditolak para dewa, Prabu Kalimantara mengerahkan angkatan perangnya untuk menyerang Suralaya. Angkatan perang dewa tidak dapat membendung serangan negara Nusahambara. Kesaktian Prabu Kalimantara, Arya Dadali dan Arya Sarotama tidak terkalahkan oleh para dewa.Dewa kemudian minta bantuan Bambang Sakutrem, putra Resi Manumayasa dari pertapaan Retawu untuk menghadapinya.
Dengan kesaktiannya, Sakutrem berhasil membinasakan Prabu Kalimantara, Arya Dadali dan Sarotama yang kemudian berubah wujud menjadi pusaka-pusaka kadewatan berupa ; Jamus Kalimasada, panah Ardadadali dan panah Sarotama. Dengan peristiwa tersebut.Dewi Irimirin merupakan bidadari pertama yang menjadi awal mula turunnya pusaka-pusaka kadewatan diberikan kepada umat arcapada

Ismaya


SANGHYANG ISMAYA adalah putra kedua Sanghyang Tunggal dengan Dewi Wirandi/Rekatawati, putri Prabu Yuyut/Resi Rekatama, raja Samodralaya. Ia mempunyai dua saudara kandung bernama Sanghyang Tejamaya/Sanghyang Antaga dan Sanghyang Manikmaya. Sanghyang Ismaya juga mempunyai tiga orang saudara kandung seayah lain ibu, putra Dewi Darmani, putri Sanghyang Darmayaka dari Selong, masing-masing bernama ;  Sanghyang Rudra/Dewa Esa, Sanghyang Dewanjali dan Sanghyang Darmastuti.
Sanghyang Ismaya dikenal pula dengan nama Sanghyang Punggung (Purwakanda). Ia menikah dengan Dewi Senggani, putri  Sanghyang Wening. Dari perkawinan tersebut ia mendapatkan 10 orang putra masing-masing bernama ; Bathara Wungkuam, Bathara Tembora, Bathara Kuwera, Bathara Wrahaspati, Bathara Syiwah, Bathara Surya, Bathara Chandra, Bathara Yama/Yamadipati, Bathara Kamajaya dan Bathari Darmastutri
Sanghyang Ismaya berwajah tampan. Suatu ketika ia berkelahi dengan Sanghyang Tejamaya karena memperebutkan siapa yang tertua diantara mereka dan yang berhak menjadi raja Tribuana. Akibatnya wajah mereka menjadi jelek. Oleh Sanghyang Tunggal mereka diberitahu, bahwa dahulu mereka lahir berwujud telor. Yang tertua Sanghyang Tejamaya  (tercipta dari kulit telur| kemudian Sanghyang Ismaya (tercipta dari putih telur) dan Sanghyang Manikmaya yang tercipta dari kuning telur.
Karena kesalahannya itu, Sanghyang Ismaya dan Sangyang Tejamaya harus turun ke Marcapada. Sanghyang Tejamaya mendapat tugas memberi tuntunan para angkara dan berganti nama menjadi Togog. Batahara Ismaya mendapat tugas  menjadi pamong trah Witaradya. Ia turun ke pertapaan Paremana menjelma pada cucu nya sendiri, Smara/Semar putra Bathara Wungkuam, yang menjadi saudara ipar Resi Manumayasa.
Sumber : Senawangi
S.E.M.A.R
Semar, abdi titisan Ilahi

Kala


BATHARA KALA adalah putra yang ke-enam/putra bungsu Sanghyang Manikmaya, raja Tribuana dengan Dewi Umayi. Ia satu – satunya yang berwujud raksasa dari ke-enam saudara kandungnya, karena ia tercipta dari “kama salah” Sanghyang Manikmaya yang jatuh ke dalam samodra dan menjelma menjadi bayi rakasasa. Ke-lima kakak kandungnya masing-masing bernama; Sanghyang Sambo, Sanghyang Brahma, Sanghyang Indra, Sanghyang Bayu dan Sanghyang Wisnu. Bathara Kala juga mempunyai tiga orang saudara seayah lain ibu, putra Dewi Umakarti, yaitu ; Sanghyang Cakra, Sanghyang Mahadewa dan Sanghyang Asmara.
Bathara Kala bertempat tinggal di Kahyangan Selamangumpeng. Ia menikah dengan Dewi Pramuni, ratu penguasa makhluk siluman yang berkahyangan di Setragandamayit. Dari perkawinan tersebut Bathara Kala memperoleh lima orang putra masing-masing bernama; Bathara Siwahjaya, Dewi Kalayuwati, Bathara Kalayuwana, Bathara Kalagotama dan Bathara Kartinea.
Bathara Kala sangat  sakti sejak bayi. Ketika mengamuk di Suralaya, ia hanya bisa ditaklukan oleh Sanghyang Manikmaya dengan Aji Kemayan. Kedua taringnya dipotong, yang kanan menjadi keris Kalanadah dan yang kiri menjadi keris Kaladite. Selain Sanghyang Manikmaya, hanya Sanghyang Wisnu yang dapat mengalahkan Bathara Kala.
Meskipun sakti, Bathara Kala sangat dungu dan tak pernah mulai mengadakan persoalan ataupun peperangan. Ia kerap kali bertindak salah tetapi tidak disengaja, hanya kerena kebodohannya. Bathara Kala akan membela diri dan haknya apabila diserang atau dianiaya. Membunuh makhluk lain tidak untuk kesenangan, tetapi karena kebutuhan untuk membela kehidupan. Bathara kala lazim dipergunakan sebagai lambang keangkaramurkaan.
Sumber : Senawangi
Bathara Kala wenang mateni lan mangan wong-wong sukerta
Batara Kala

Kalagumarang


BATHARA KALAGUMARANG adalah putra Bathara Kalakeya, yang berarti cucu Bathari Durga/Dewi Pramuni dengan Bathara Kala, dari kahyangan Setragandamayit. Bathara Kalagumarang diperintahkan oleh Sanghyang Manikmaya untuk turun ke Arcapada mencari seperangkat gamelan ketoprak. Benda tersebut sangat diperlukan oleh Sanghyang Manikmaya untuk memenuhi permintaan Dewi Tisnowati, wanita yang tercipta dari Cupu Retnadumilah milik Sanghyang Kanekaputra yang jatuh ke dalam rongga mulut Hyang Anantaboga.Kerena mendapat wewenang untuk berbuat apa saja sesuai kehendaknya, dalam perjalannya Bathara Kalagumarang selalu membuat keonaran. Setiap dewa yang ditemuinya di perjalanan dihajarnya. Ia juga merusak perkampungan penduduk dan membunuh orang-orang yang tak berdosa.Tindakannya itu menimbulkan banyak kekacauan di Arcapada. Pada suatu saat Bathara Kalagumarang bertemu dengan Dewi Sri, istri Sanghyang Wisnu. Ia langsung mengejarnya dan bermaksud untuk memperistrinya. Perbuatannya itu diketahui Sanghyang Wisnu yang mengutuknya menjadi babi hutan.
Mengetahui wujudnya berubah menjadi babi hutan, Bathara Kalagumarang semakin marah dan beringas. Ia terus mengejar-ngejar Dewi Sri yang akhirnya sampai di negara Medangkamulan. Bathara Kalagumarang akhirnya mati dipanah oleh Prabu Makukuhan, yang sesungguhnya penjelmaan Bathara Srigati, putra Sanghyang Wisnu dengan Dewi Srisekar/Sri Widowati.

Kalarahu


KALARAHU adalah makhluk berwujud raksasa anak maharsi Kasyapa dengan Dewi Sinhika. Kalarahu mempunyai saudara tunggal ibu yaitu Sucandra, Candrahantri dan Candrapramardana.
Kalarahu sangat membenci Batara Surya dan Batara Candra sehingga sering matahari dan bulan ditelan olehnya sehingga menimbulkan gerhana matahari dan bulan. Latar belakang kebencian itu adalah bermula dari pencarian tirta amerta oleh para dewa. Tirta amerta adalah air suci yang jika diminum akan melanggengkan umur, kalis dari kematian dan menjadi makhluk abadi. Kalarahu menyusup diantara rombongan dewa yang mengantri untuk meminumnya.
Tepat ketika air di teguknya, Batara Surya dan Batara Candra meneriakinya bahwa dia adalah penyusup.  Mengetahui hal tersebut Batara Wisnu langsung melemparkan senjata cakra dan seketika kepala Kalarahu langsung terpenggal meninggalkan badannya. Badan Kalarahu jatuh ke bumi  dan kemudian berubah menjadi lesung penumbuk padi. Sementara karena telah berhasil meminum tirta amerta, maka kepala Kalarahu tidak mati dan melesat dan mengembara ke angkasa.

Kalayuwana


BATHARA KALAYUWANA adalah putra ke-tiga dari lima bersaudara putra Btahara Kala dengan Bathari Durga dari kahyangan Setragandamayit. Ke-empat saudaranya yang lain adalah Bathara Siwahjaya, Dewi Kalayuwati — menikah dengan Ditya Rudramurti mempunyai anak lelaki (berujud raksasa) yang diberi nama Wisnungkara, yang kemudian menurunkan para raja raksasa, diantaranya Arya Kunjarakresna yang berputra Prabu Yudakalakresna serta Arya Singamulangjaya, raja dan patih negara Dwarawati — , Bathara Kalagotama dan Bathara Kartinea.
Sebagaimana anak Bathara Kala yang lain, Bathara Kalayuwana juga memiliki sifat perwatakan ; berangasan, tinggi hati, serakah dan mau menang dan benarnya sendiri.
Akibat dari sifat berangasan dan kesombongan Bathara Kalayuwana perang besar pernah terjadi di Suralaya, antara para dewa melawan pasukan raksasa dan para siluman dari Setragandamayit. Peperangan terjadi sebagai akibat kemaraan Bathara Kalayuwana yang tidak dapat menerima penolakan Bathara Guru atas pinangannya terhadap Dewi Gagarmayang. Perang baru berakhir setelah Sanghyang Brahma turun ke arcapada untuk meminta bantuan Resi Kiswabrisma, cucu buyut Dewi Brahmanisri dengan Garuda Aruni/Garuda Briawan. Dewi Brahmanisri adalah putrid sulung Sanghyang Brahma dengan Dewi Raraswati. Dalam peperangan tersebut Resi Kiswabriswa berhasil mengalahkan Bathara Kalayuwana dan mengusir pasukan raksasa dan para siluman dari Jonggringsaloka.
Sumber : Senawangi

Kamajaya


BATHARA KAMAJAYA mempunyai wajah sangat tampan. Ia merupakan makhluk yang berwajah paling tampan di Tribuana (jagad Mayapada, Madyapada dan Arcapada). Bersama isterinya, Dewi Ratih/Kamaratih, putri Bathara Soma, kedua suami-istri tersebur merupakan lambang kerukunan suami-istri di jagad raya. Mereka terkenal sangat rukun, tidak pernah berselisih, sangat setia satu sama lain dan cinta mencintai.
Bathara Kamajaya adalah putra kesembilan dari kesepuluh orang saudara kandung putra Bathara Ismaya dengan  Dewi Senggani. Kesembilan orang saudaranya masing-masing bernama; Bathara Wungkuam, Bathara Tambora, Bathara Wrahaspati, Bathara Siwah, Bathara Kuwera, Bathara Candra, Bathara Yama/Yamadipati, Bathara Surya dan Dewi Darmanesti.
Bathara Kamajaya bertempat tinggal di Kahyangan Cakrakembang. Ia memiliki senjata pamungkas berupa panah sakti bernama Kyai Pancawisaya. Bathara Kamajaya pernah ditugaskan oleh Sanghyang Manikmaya untuk menurunkan Wahyu Cakraningrat kepada Raden Abimanyu/Angkawijaya, putra Arjuna dengan Dewi Sumbadra, sebagai pasangan Wahyu Hidayat yang diturunkan oleh Dewi Ratih kepada Dewi Utari, putri Prabu Matswapati, raja negara Wirata. Bathara Kamajaya sangat sayang kepada Arjuna, dan selalu membantu serta melindunginya bila Arjuna menghadapi suatu permasalahan dan marabahaya.
Sebagai makhluk yang berwujud “akyan” hidup Bathara Kamajaya bersifat abadi.
Sumber : Senawangi
Bathara Kamajaya dadi pralambang priya kang sampurna
-

Kamaratih


DEWI RATIH atau Dewi Kamaratih, adalah putri Bathara Soma, putra Sanghyang Pancaresi yang berarti keturunan Sanghyang Wening, adik Sanghyang Wenang. Dewi Ratih menikah dengan Bathara Kamajaya, putra kesembilan Sanghyang Ismaya dengan Dewi Senggani. Ia bertempat tinggal di Kahyangan Cakrakembang.
Dewi Ratih berwajah sangat cantik, memiliki sifat dan perwatakan; sangat setia dan cinta kasih, murah hati, baik budi, sabar dan sangat berbakti terhadap suami. Bersama suaminya Bathara Kamajaya, suami-istri tersebut merupakan lambang kerukunan suami-istri di jagad raya. Karena kerukunannya dan cinta kasihnya satu dengan yang lain.
Dewi Ratih pernah ditugaskan oleh Sanghyang Manikmaya untuk menurunkan Wahyu Hidayat kepada Dewi Utari, putra bungsu Prabu Matswapati raja negara Wirata dengan permaisuri Dewi Ni Yutisnawati/ Setyawati. Wahyu Hidayat diturunkan sebagai pasangan Wahyu Cakraningrat yang diturunkan Bathara Kamajaya kepada Raden Abimanyu/Angkawijaya, putra Arjuna dengan Dewi Sumbadra.
Sebagaimana halnya para dewa lainnya, hidup  Dewi Ratih pun bersifat abadi, tidak mengenal kematian.
Sumber : Senawangi

Kanastren


KANASTREN, DEWI disebut juga Dewi Kanastri atau Ganastri adalah istri dari Semar. Ia bersaudara dengan Dewi Kaniraras istri Begawan Manumayasa. Perkawinan  mereka terjadi saat Semar masih bertempat tinggal di Desa Karang Dempel, yaitu pada saat semar pertama kali ke dunia untuk menjalankan tugas sebagai pemomong para kstaria utama.
Meskipun dalam pewayang anak Semar adalah Gareng, Petruk dan Bagong, namun itu adalah bukan anak dari Kanastren. Bersama Semara (Batara Ismaa), Kanastren memiliki 10 anak yaitu Bathara Wungkuam, Bathara Tembora, Bathara Kuwera, Bathara Wrahaspati, Bathara Syiwah, Bathara Surya, Bathara Chandra, Bathara Yama/Yamadipati, Bathara Kamajaya dan Bathari Darmastutri.

Kaniraras


DEWI KANIRARAS atau Dewi Retnowati, adalah putri sulung Bathara Hira, putra Sanghyang Triyarta yang berarti keturunan Sanghyang Wening/ Darmayaka dengan Dewi Sikandi. Ibunya bernama Dewi Illawati, bidadari hasil pujaan Sanghyang Pancaresi.Dewi Kaniraras mempunyai adik kandung beranama Dewi Kanesti yang menjadi istri Smarasanta/Smara/Semar, putra Bathara Wungkuam, yang berarti cucu Sanghyang Ismaya dengan Dewi Senggani.Dewi Kaniraras menikah dengan Resi Manumayasa/Karnumayasa, putra Bathara Parikenan dengan Dewi Bramananeki, yang menjadi brahmana di pertapaan Wukir Retawu, salah pucak Gunung Saptaarga. Dari perkawinan tersebut ia mempunyai tiga orang putra, masing-masing bernama; Bambang Manudewa, Bambang Sakutrem/Satrukem dan Dewi Sriyati. Ketika mengandung putranya yang kedua, Dewi Kaniraras ingin sekali makan buah Sumarwana yang terletak di atas pohon rukem yang dijaga oleh raksasa Satrutama di hutan Wanasaya. Buah Sumarwana akhirnya dapat diambil Resi Manumayasa setalah membunuh ditya Satrutama. Begitu makan buah Sumawana, Dewi Kaniraras langsung melahirkan jabang bayi pria yang sangat tanpan dan diberi nama Bambang Sakutrem. Atas kehendak dewata, putranya tersebut ditakdirkan akan menjadi cikal bakal trah witaradya (keturunan para raja) di dunia.
Dewi Kaniraras berusia sangat panjang, Ia mati moksa bersama suaminya, Resi Manumayasa, kembalike kahyangan.

Kuwera


BATHARA KUWERA adalah putra ketiga Sanghyang Ismaya dangan Dewi Senggani. Ia mempunyai sembilan orang saudara kandung masing-masing bernama; Bathara Wungkuam, Bathara Tambora, Bathara Wrahaspati, Bathara Siwah, Bathara Surya, Bathara Candra, Bathara Yama/Yamadipati, Bathra Kamajaya dan Dewi Darmanasti.
Bathara Kuwera adalah Dewa lambang kebaktian dan kemanusiaan. Ia bertugas memberi petunjuk, fatwa, pahala dan perlindungan serta pertolongan kepada umat di Arcapada. Pada jaman Ramayana, ia menitis pada Brahmana Sutiksna, brahmana suci di Gunung Citrakuta/Kutarunggu untuk memberi wejangan ilmu Asthabrata, yaitu ajaran kepemimpinana yang diilhami kebesaran dan keseimbangan delapan unsur alam, kepada Ramawijaya. Sedangkan pada jaman Mahabharata, Bathara Kuwera menitis pada Resi Lomosa, brahmana suci negara Amarta yang dengan setia mendampingi dan memberin nasehat Prabu Yudhistira selama masa pemgembaraan dihutan sebagaia kibat kalah dalam taruhan permainana dadu dengan keluarga Kurawa.
Bersama Sanghyang Cakra, putra Sanghyang Manikmaya dengan Dewi Umarakti, Bathra Kurewa ditetapkan sebagai juru tulis/pencatat hasil sidang para dewa yang menetapkan lawan-lawan yang akan saling berhadapan dalam perang Bharatayuda antara keluarga Kurawa melawan keluarga Pandawa di tegal Kurusetra.
Bathara Kuwera menikah dengan Dewi Sumarekti, putri Sanghyang Caturkanaka dengan Dewi Hira, putra Sanghyang Heramaya.
Sumber : Senawangi

Lenglengmulat


DEWI LENGLENG MULAT Dikenal pula dengan nama Dewi Lengleng Mandanu (pedalangan Jawa), yang mempunyai arti ; “Seorang dengan paras muka yang demikian indahnya, hingga pasti akan menarik dan membelenggu tiap perhatian yang diarahkan kepadanya”  Dewi Lengleng Mulat adalah salah seorang diantara bidadari upacara Suralaya yang terdiri dari tujuh orang, yaitu Dewi Supraba, Dewi Irimirin, Dewi Gagarmayang, Dewi Tunjungbiru, Dewi Warsiki  dan Dewi Wilutama.
Karena kecantikannya Dewi Lengleng Mulat pernah menimbulkan peperangan hebat antara Suralaya dengan negara Kasi. Prabu Hiranyayaksa mengerahkan pasukan raksasa menyerang Suralaya akibat keinginannya memperistri Dewi Lengleng Mulat ditolak Bathara Guru. Dalam peperangan tersebut, angkatan perang dewa tidak dapat membendung serangan Negara Kasi. Kesaktian Prabu Hiranyayaksa tidak terkalahkan oleh para dewa. Untuk menyelamatkan Suralaya, Bathara Narada turun ke arcapada, minta bantuan Prabu Harjunawijaya,.raja negara Mataswapati.
Dengan kesaktiannya, Prabu Harjunawijaya berhasil mengalahkan Prabu Hiranyayaksa dan mengusir pasukan raksasa dari Suralaya. Prabu Hiranyayaksa kelak bersekutu dengan Prabu Darmawisesa, raja Widarba menyerang negara Magada dalam memperebutkan Dewi Citrawati. Ia tewas dalam peperangan melawan Bambang Sumantri.
Sumber : Senawangi

Mahadewa


SANGHYANG MAHADEWA  adalah Dewa Keluhuran, kemuliaan dan kepahlawanan. Ia bersemayam di Kahyangan Argapura. Sanghyang Mahadewa adalah putra kedua Sanghyang Manikmaya, raja Tribuana dengan Dewi Umarakti/Umaranti. Ia mempunyai dua orang saudara kandung masing-masing bernama ; Sanghyang Cakra dan Sanghyang Asmara. Sanghyang Mahadewa juga mempunyai enam orang saudara seayah lain ibu, putra Dewi Umayi masing – masing bernama : Sanghyang Sambo, Sanghyang Brahma, Sanghyang Indra, Sanghyang Bayu, Sanghyang Wisnu dan  Bathara  Kala.
Perwatakan Sanghyang Mahadewa meliputi perwatakan semua saudara-saudaranya. Kejujurannya seperti Sanghyang Sambo, semangatnya seperti Sanghyang Brahma, tajam perasaannya seperti Sanghyang Indra, kebijaksanaannya seperti Sanghyang Wisnu, taat dan patuhnya seperti Bhatara Kala, bening dan telitinya seperti Sanghyang Cakra.
Sanghyang Mahadewa bertugas untuk memberikan anugrah kepada para tapa dan selalu diutus/ditugaskan membawa pakaian raja dan tanda kebesaran kerajaan apabila ada penobatan raja yang direstui Sanghyang Manikmaya. Seperti penyerahan jamang/mahkota yang  terbuat dari emas kepada Prabu Pandu, raja negara  Astina, dan Balai Kencana Soka Domas (balai yang terbuat dari emas yang bertiang delapan ratus ) sebagai singgasana Prabu Rama di Suwelagiri.
Sanghyang Mahadewa diserahi wewenang untuk menguasai sorga. Ia juga merupakan seorang prajurit pilihan dan menjadi senapati angkatan perang Dewa.
Sumber : Senawangi

Nagagini


Dewi Nagagini ialah puteri Sang Hyang Antaboga, seorang Dewa ular, yang bertahta di Saptapratala atau bumi lapis yang ke tujuh. la sebangsa bidadari. Pada waktu Pandawa terkena tipu daya Kurawa sehingga hampir saja dibakar di sebuah perjamuan (dalam lakon Balesegala-gala), Pandawa yang tak kuasa menghindarkan diri dari tempat bahaya itu, dengan kemurahan Dewa, akhirnya dapat meloloskan ke dalam bumi dengan mengikuti seekor garangan (sebangsa musang) putih, sehingga bertemu dengan Hyang Antaboga.Kemudian Raden Bratasena, Pandawa yang kedua, dinikahkan dengan Dewi Nagagini, dan berputra seorang laki laki bernama Raden Anantareja atau Anantasena. Anantareja dan ibunya tetap tinggal di Saptapratala, sebab mereka termasuk bilangan Dewa dan Dewi.

Nagaraja


PRABU NAGARAJA adalah raja tatsaka/raja ular naga yang bersemayam di Sumur Jalatunda. Pemaisurinya bernama Dewi Tatsiki. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra masing-masing bernama Dewi Pratiwi dan Bambang Pratiwanggana.
Prabu Nagaraja adalah mertua Sanghyang Wisnu, yang kawin dengan putrinya, Dewi Pratwiwi, dan berputra dua orang, yaitu; Bambang Sitija dan Dewi Siti Sundari, yang kemudian diambil hak sebagi putra-putri Prabu Kresna, raja negara Dwarawati, sebagai penjelmaan Sanghyang Wisnu. Prabu Nagaraja bersedia menerima lamaran Sanghyang Wisnu dan menyerahkan putrinya Dewi Pratiwi apabila Sanghyang Wisnu dapat memenuhi satu persyaratan, menyerahkan Cangkok Wijayamulya, yang mempnyai khasiat dapat menghidupkan kematian. Atas petunjuknya pula Sanghyang Wisnu akhirnya dapat menemukan dan mendapatkan Cangkok Wijayamulya yang berada dalam mulut banteng Wisnuhara.
Cangkok Wijayamulya oleh Prabu Nagaraja diberikan kepada Dewi P:ratiwi, yang kemudian diberikan kepada Bambang Sitija saat Sitija turun ke arcapada  mencari penjelmaan dan titis Sanghyang Wisnu di  arcapada.
Sumber : Senawangi

Nagatatmala


BAMBANG NAGATATMALA adalah putra kedua (bungsu) Sanghyang Anantaboga dari Kahyangan Saptapratala dengan Dewi Supreti. Ia mempunyai kakak kandung seorang perempuan bernama Dewi Nagagini yang menjadi istri Bima/Werkudara, salah satu dari lima satria Pandawa, putra Prabu Pandu, raja negara Astina dengan Dewi Kunti.
Bambang Nagatatmala berwajah tampan, memiliki sifat dan perwatakan berani,. jujur, setia, keras dalam kemauan dan sangat berbakti. Pada suatu ketika ia melihat lukisan semua makhluk bernyawa termasuk para Dewa dan bidadari. Ketika melihat lukisan pasangan suami-istri Dewi Mumpuni dengan Bathara Yama, dewa penjaga neraka dari kahyangan Paranggumiwang atau Yamani (Mahabharata), ia langsung tertarik pada Dewi Mumpuni. Nagatatmala kemudian menanyakan riwayat kedua pasangan itu kepada Dewi Supreti, ibunya. Oleh Dewi Supreti diceritakan kisah kehidupan rumah tangga Dewi Mumpuni dengan Bathara Yama yang tidak harmonis, karena sesungguhnya Dew Mumpuni tidak mencintai suaminya. Dewi Mumpuni .bersedia menikah dengan Bathara Yama karena melaksanakan perintah Bathara Guru.
Bambang Nagatatmala merasa tertarik dengan cerita tersebut. Ia  segera pergi ike kahyangan Parangumiwang untuk menemui Dewi Mumpuni. Setelah terjadi pertemuan, mereka saling jatuh cinta, dan bersepakat untuk menjadi suami-istri. Bambang Nagatatmala kemudian membawa lari ewi Mumpuni ke kahyangan Sapta;pratala. Tuntutan Bathara Yama untuk kembalinya Dewi Mumpuni ditolak Batrhara Guru, karena menurut ketentuan Dewata, Dewi Mumpuni memang telah ditakdirkan menjadi isri Bambang Nagatatmala.
Sumber : Senawangi

Nandi (Lembu

Andini)


NANDI atau Nanda merupakan nama lembu gumarang (lembu yang mempunyai dasar warna bulunya putih bertaburkan merah kuning keemasan). Dalam cerita pedalangan, Nandi dikenal pula dengan nama  Nandini atau Handini. Nandi adalah anak raja jin bernama Prabu Patanam di negara Dahulagiri, sebelah timur laut Pegunungan Tengguru/Himalaya. Ia mempunyai saudar sekandung yang dilahirkan kembar berwujud raksasa masing-masing bernama Cingkarabala dan Balakupata, yang menjadi penjaga pintu gapura Selamatangkep di kahyangan  Jonggringsaloka.
Nandi sangat sakti, kuat dan bengal. Karena kesaktiannya itu ia menobatkan diri sebagai penguasa jagad raya, disanjung dan dipuja rakyat di jasirah Dahulagiri. Mendengar pemujaan Nandi yang berkebihan itu, Sanghyang Manikmaya/Bathara Guru menjadi sangat murka. Karena di seluruh Tribuana (jagad Mayapada, Madyapada dan Arcapada) seharusnya tidak ada yang pantas dipuja dan disembah kecuali dirinya sebagai  raja Dewata.
Bathara Guru kemudian datang ke Dahulagiri untuk memerangi Nandi.  Peperangan pun tejadilah. Dengan Aji Kamayan, Bathara Guru berhasil menundukkan Nandi. Ia menyerah dan mohon pengampunan. Oleh Bathara Guru, Nandi diampuni dan diboyong ke Suralaya, dijadikan tunggangan pribadi Bathara Guru. Nandi pernah dipinjam oleh Prabu Pandu, raja negara Astina, memenuhi permintaan Dewi  Madrim, istrinya yang waktu itu sedang mengandung Nakula dan Sadewa, untuk dinaiki terbang berputar-putar di atas taman Kadilengleng negara Astina.
Sumber : Senawangi

Narada


SANGHAYANG NARADA dikenal pula dengan nama Sanghyang Kanwakaputra atau Sanghyang Kanekaputra. Ia adalah putra sulung dari empat bersaudara putra Sanghyang Caturkanaka dengan Dewi Laksmi, yang berarti cucu Sanghyang Wening, adik Sanghyang Wenang. Tiga saudara kandungnya masing-masing bernama ; Sanghyang Pitanjala, Dewi Tiksnawati dan  Sanghyang Caturwarna.
Sanghyang Narada sangat sakti dan pernah bertapa di atas permukaan air samudra sambil menggenggam Cupu Linggamanik. Karena kesaktiaannya melebihi Sanghyang Manikmaya, ia kemudian ditundukkan dengan Aji Kemayan, sehingga beralih rupa dan wujudnya menjadi pendek bulat dan berparas jelek. Sebagai imbalan, oleh Sanghyang Manikmaya, Sanghyang Narada diangkat menjadi tuwangga (= patih ) di Suralaya dan dituakan oleh Sanghyang Manikmaya dengan sebutan  “kakang/kakanda”.
Sanghyang Narada sangat dipatuhi/disuyudi  (Jawa) oleh siapa saja yang bergaul dengannya, karena keramahannya. Ia sangat alim, pandai dalam segala ilmu pengetahuan, periang, jujur, hatinya bening, pikirannya cerdas, senang bersenda-gurau, seorang prajurit dan pandita, sehingga mendapat julukan Resi.
Sanghyang Narada  tinggal di kahyangan  Siddi Udaludal  atau Sudukpangudaludal  (pedalangan Jawa) dan menikah dengan Dewi Wiyodi. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra, masing-masing bernama ; Dewi Kanekawati, yang kemudian dianugerahkan kepada Resi Seta, putra Prabu Matswapati, raja negara Wirata, dan Bathara Malangdewa.
Sumber : Senawangi
Bathara Narada patih ing Suralaya
Narada

Panyarikan


BATHARA PANYARIKAN adalah putra Sanghyang Parma, yang berarti cucu Sanghyang Taya, adik Sanghyang Wenang. Ia mempunyai saudara kandung bernama Bathara Darma yang dikenal sebagai dewa keadilan. Bathara Panyarikan mempunyai suatu keahlian yang tidak dimilki para dewa lainnya,  yaitu tulisannya sangat bagus serta pandai menulis cepat.
Bathara Panyarikan memiliki daya ingatan yang sangat tajam. Apa saja yang pernah didengar dan dilihatnya akan selalu diingatnya dengan baik. Selain itu ia juga pandai menyimpan rahasia. Oleh Bathara Guru, Bathara Panyarikan ditugaskankan sebagai juru tulis kadewatan. Mencatat dan mendukumentasikan semua hasil persidangan dan keputusan yang  telah diambil para dewa.
Menjelang pecah perang Bharatayudha di tegal Kurusetra antara keluarga Pandawa melawan keluarga Kurawa, Bathara Panyarikan mempunyai tugas dan peranan yang sangat penting. Bersama Bathara Kuwera, ia ditugaskan mencatat hasil sidang para dewa yang memutuskan lawan-lawan yang akan saling berhadapan dalam perang Bharatayuda, serta rahasia kematian setiap senapati perang, baik yang berpihak pada keluarga Pandawa maupun berpihak pada keluarga Kurawa.
Sebagaimana para dewa lainnya, karena berwujud akyan/badan halus, maka hidup  Bathara Panyarikan bersifat abadi.
Sumber : Senawangi

Parikenan


BATHARA PARIKENAN atau Bambang Parikenan adalah putra Bathara Brahmanaresi/Bremani (pedalangan jawa) dengan Dewi Srihuna/Srihunon, putri Sanghyang Wisnu dengan permaisuri Dewi Sripujayanti. Ia mempunyai dua orang saudara seibu lain ayah, putra Dewi Srihuna dengan Bathara Brahmanasadewa/Brahmanaraja, kakak kandung Bathara Brahmanaresi, masing-masing bernama ; Dewi Srini dan Dewi Satapi.
Sejak kecil Bambang Parikenan tinggal di kahyangan Untarasagara dalam asuhan Sanghyang Wisnu dan Dewi Sripujayanti, karena ayahnya Bathara Brahmanaresi turun ke Arcapada hidup sebagai brahmana di pertapaan Paremana, pegunungan Saptaarga. Sedangkan ibunya Dewi Srihuna tinggal di kahyangan Daksinageni, kahyangannya Bathara Brahma.
Bambang Parikenan menikah dengan saudara sepupunya sendiri, Dewi Bramaneki, putri Prabu Basurata/Bathara Srinada raja negara Wirata dengan Dewi Bremaniyuta ( Bathara Srinada adalah putra Sanghyang Wisnu dengan Dewi Srisekar/Sri Widowati, sedangkan Dewi Bremaniyuta adalah putri Bathara Brahma dengan Dewi Rarasyati ). Dari perkawinan tersebut ia memperoleh empat orang putra masing-masing bernama ; Dewi Kanika. Kariyasa/Resi Manumayasa, Resi Manobawa dan Resi Paridarma. Resi Manumayasa kelak turun ke Arcapada membuat pertapaan di puncak Retawu, gunung Saptaarga, menikah dengan Dewi Kaniraras, turun-temurun menurunkan keluarga Pandawa dan Kurawa.
Sumber : Senawangi

Prabasini


DEWI PRABASINI adalah bidadari keturunan Sanghyang Triyarta. Ia mempunyai saudara kembar yang bernama Dewi Gagarmayang yang dipilih oleh Bathara Guru masuk dalam kelompok Bidadari Upacara Suralaya yang terdiri dari tujuih bidadari.  Dewi Prabasini pernah turun ke arcapada dan menjadi istri Prabu Niwatakawaca, raja raksasa dari negara Manikmantaka. Perjodohan ini terjadi ketika Arya Nirbita, raksasa keturunan dari Prabu Pracona — raja negara Gowabarong yang tewas dalam peperangan melawan Bambang Tutuka/Gatotkaca di Suralaya — , berhasil menjadi raja di Negara Manikmantaka bergelar Prabu Niwatakawaca, datang ke Suralaya minta dijodohkan dengan Dewi Gagarmayang.
Karena para dewa merasa takut menghadapi Niwatakaca yang sangat sakti setelah memiliki Aji Gineng Sukaweda, sedangkan bidadari upacara tidak dipekenankan hidup di arcapada, Bathara Guru kemudian melakukan penipuan, menyerahkan Dewi Prabasini yang wajah dari bentuk tubuhnya persis sama dengan Dewi Gagarmayang, saudara kembarnya, kepada Niwatakawaca.
Beberapa tahun kemudian, ketika Niwatakawaca menyadari bahwa yang diperistri bukan Dewi Gagamayang tetapi Dewi Prabasini, saudara kembarnya, ia kembali lagi ke Suralaya untuk meminang Dewi Supraba. Namun pinangannya itu ditolak Batahara Guru, dan Niwatakawaca akhirnya tewas dalam peperangan melawan Arjuna.
Dari perkawinannya dengan Prabu Niwatakawaca, Dewi Prabasini mempunyai dua orang putra masing-masing bernama :  Arya Nilarudraka, yang setelah dewasa menjadi raja negara Tegalparang dan Dewi Mustakaweni, yang menjadi istri Bambang Prabakusuma (Priyambada), putra Arjuna dengan Dewi Dewi Supraba. Setelah kematian Niwatakawaca, Dewi Prabasini kembali ke Suralaya, hidup sebagai bidadari.
Sumber : Senawangi

Pretiwi


Bathari Pretiwi iku dewa kang nguwasani bumi sap kapisan. Bumi sap kapisan kondhang sinebut Ekapratala. Eka ateges siji, pratala ateges bumi. Bathari Pretiwi putrane putri Sang Hyang Nagaraja, kang dumunung ing kayangan Jalatundha. Ibune asma Bathari Dewi.
Miturut andharan ing buku Bunga Rampai Wayang Purwa Beserta Penjelasannya, anggitane Bondhan Harghana SW lan Muh Pamungkas Prasetya Bayu Aji, weton Cendrawasih lan Ensiklopedi Wayang Purwa, weton Balai Pustaka, Bathari Pretiwi iku drajate padha kalawan para dewa, amarga dheweke nguwasani bumi sap kapisan.
Bumi sap kapindho, sinebut Dwipratala, dikuwasani dening Bathara Kusika. Bumi sap kaping telu kang sinebut Tribantala dadi papan dununge Bathara Ganggang. Bumi sap kaping papat utawa Caturpratala dikuwasani Bathara Sindula lan bumi sap kalima, sinebut Pancapratala, dikuwasani dening Bathara Darampalan.
Bumi sap kaping enem iku kayangane Bathara Manikem lan Saptapratala utawa bumi sap kaping pitu mujudake kayangan papan dununge Bathara Anantaboga. Bathari Pretiwi ndalem uripe tansah pengin nduweni kembang Wijayakusuma. Ananging kembang kang ora sabaene kembang iku duweke Resi Kesawasidi kang dumunung ing Padhepokan Argajati.
Sawijining dina Bathara Wisnu tumeka ing kayangan Eka Pratala sedya nglamar Bathari Pretiwi. Tumekane Sanghyang Wisnu lan sedyane njaluk dheweke supaye gelem dadi sisihane dimumpangatake dening Bathari Pretiwi kanggo nyembadani pepenginane duwe kembang Wijayakusuma.
Marang Sanghyang Wisnu, Bathari Pretiwi mratelakake saguh dadi sisihane yen Bathara Wisnu bisa nyedhiyakake kembang Wijayakusuma minangka mas kawin. Bathara Wisnu nyaguhi panjaluke Dewi Pretiwi iku. Bathara Wisnu banjur tumuju Padhepokan Argajati, nemoni Resi Kesawasidi lan njaluk kembang Wijayakusuma.
Nalika sapatemon kalawan Bathara Wisnu, putrane putri Resi Kesawasidi, Srisekar, ketaman panah asmara lan pengin dadi sisihane Hyang Wisnu. Resi Kesawasidi mratelakake gelem masrahake kembang Wijayakusuma yen Hyang Wisnu gelem dadi mantune. Wusana, Hyang Wisnu palakrama karo Srisekar.
Nalika Resi Kesawasidi arep masrahake kembang Wijayakusuma marang Bathara Wisnu, dheweke kaget amarga kembang kang ngandhut kasiyat bisa nguripake wong sing wis mati iku alum. Sawise dititipriksa, pranyata cangkoke kembang kang sinebut Wijayamula lan gagange wis ilang. Bathari Wisnu tetep gelem nampa kembang Wijayakusuma kang wus alum iku.
Sabanjure, Hyang Winu bali menyang kayangan Ekapratala arep masrahake kembang Wijayakusuma marang Bathari Pretiwi. Resi Kesawasidi lan Srisekar banjur nyusul Hyang Wisnu menyang kayangan Ekapratala. Bathari Pretiwi dhewe uga ngadhepi panglamar saka raja nagara Garbapitu, Prabu Wisnudewa.
Marang Prabu Wisnudewa, Bathari Pretiwi njaluk maskawin padha, kembang Wijayakusuma. Prabu Wisnudewa saguh ngupadi kembang Wijayakusuma amarga wus nduweni gagange kembang Wijayakusume kang wektu iku digawa macan ingon-ingone kang dijenengi Sardulamurti.
Lakune Hyang Wisnu tumuju kayangan Ekapratala pethuk kalawan bantheng kang bisa tata jalma. Bantheng kang ngaku duwe jeneng Handaka Wisnuhata iku pengin dadi abdine Hyang Wisnu. Sabanjure batheng iku ngiringi lakune Hyang Wisnu tumuju kayangan Ekapratala.
Bathara Wisnu kang kasil nggawa kembang Wijayakusuma banjur masrahake kembang iku marang Bathari Pretiwi. Ing kalodhangan iku, Prabu Wisnudewa uga masrahake macan Sardulamurti marang Bathari Pretiwi nanging ditulak amarga sing dijaluk iku kembang. Wusana Prabu Wisnudewa nesu lan nantang prang tandhing marang Hyang Wisnu.
Macan Sardulamurti mbiyantu Prabu Wisnudewa, dene bantheng Handaka Wisnuhata mbiyantu Hyang Wisnu. Macan lan bantheng kang padha sektine iku sampyuh, mati bareng lan wusana malih rupa dadi gagang lan cangkok kembang. Bathari Pretiwi njupuk gagang lan cangkok kembang iku lan banjur didadekake siji kalawan kembang Wijayakusuma kang dipasrahake dening Bathara Wisnu.
Wusana Bathara Wisnu lan Bathari Pretiwi sida palakrama. Kembang Wijayakusuma banjur dibalekake maneh marang Sanghyang Wisnu. Kalorone nurunake putra dhampit yaiku Sitija (sabanjure dadi raja jejuluk Prabu Bomanarakasura) lan Siti Sundari (sabanjure dadi sisihane Arjuna lan nurunake Abimanyu). Nalika Bathara Wisnu nitis marang Prabu Kresna, Bathari Pretiwi banjur dadi sisihane raja Dwarawati iku. ::Ichwan Prasetyo::
Bathari Pretiwi panguwasa bumi sap kapisan
-

Rekatawati


DEWI REKATAWATI dikenal pula dengan nama Dewi Rakti atau Dewi Wirandi. Ia adalah putri Prabu Yuyut/Resi Rekatama, berwujud ketam/yuyu, raja negara Samodralaya. Oleh Sanghyang Wenang, Dewi Rekatawati dinikahkan dengan Sanghyang Tunggal putra Sanghyang Wenang dengan Dewi Sahoti.
Karena Sanghyang Tunggal berwujud “akyan” (makluk halus) maka yang lahir dari kandungannya berwujud sebutir telur, terbang melayang-layang yang setelah ditangkap oleh Sanghyang Tunggal pecah berubah wujud menjadi tiga orang anak kembar. Sama-sama tampan, cakap dan memancarkan cahaya keagungan. Oleh Sanghyang Tunggal ketiga putranya tersebut masing-masing diberi nama : Sanghyang Tejamaya/Antaga (terjadi dari kulit telur), Sanghyang Ismaya (terjadi dari putih telur) dan Sanghyang Manikmaya (terjadi dari kuning telur).
Karena berwujud badan rokhani, hidup Dewi Rekatawati bersifat abadi. Ia bersemayam di kahyangan Alangalangkumitir.
Sumber : Senawangi

Sadana


SADANA, BATARA adalah putra kedua dari empat bersaudara putra Prabu Sri Mahapunggung, raja negara Medangkamulan dengan Dewi Danawati.
Prabu Sri Mahapunggung adalah nama gelar Batara Srigati, putra Sanghyang Wisnu dengan Dewi Sri Sekar/Sri Widowati yang turun ke Arcapada untuk menjaga kelestarian dunia. Tiga saudara kandungnya yang lain adalah, DewiSri, Wandu, dan Oya.
Raden Sadana berwajah sangat tampan, dan memiliki sifat perwatakan: murah hati, baik budi, sabar dan bijaksana. Bersama kakaknya, Dewi Sri, ia dikenal sebagai dewa lambang kemakmuran hasil bumi. Sadana dikenal sebagai Dewa umbi-umbian, kentang, sayur-sayuran, dan buah-buhanan, sedangkan Dewi Sri sebagai Dewi Padi. Oleh karena itu, mereka tidak pernah dipisahkan.
(“Rupa & Karakter Wayang Purwa” oleh Heru S. Sudjarwo, Sumari dan Undung Wiyono, penerbit Kakilangit Kencana cetakan ke-1 Mei 2010)

Sambo


SANGHYANG SAMBO atau Sambu adalah putra sulung Sanghyang Manikmaya, raja Tribuana dengan permaisuri pertama Dewi Umayi. Ia mempunyai lima orang saudara kandung masing-masing bernama ; Sanghyang Brahma, Sanghyang Indra, Sanghyang Bayu, Sanghyang Wisnu dan Bathara Kala. Sanghyang Sambo juga mempunyai tiga orang saudara seayah lain ibu, yaitu putra Dewi Umarakti, masing-masing bernama ; Sanghyang Cakra, Sanghyang Mahadewa dan Sanghyang Asmara.
Sanghyang Sambo bersemayam di kahyangan Swelagringging. Ia menikah dengan Dewi Hastuti, putri Sanghyang Darmastuti, cucu Sanghyang Tunggal dengan Dewi Darmani. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh empat orang putra masing-masing bernama ; Bathara Sambosa, Bathara Sambawa, Bathara Sambujana dan Bathara Sambodana.
Bathara Sambo memiliki sifat dan perwatakan ; jujur dan terpercaya, bertanggung jawab, dan cakap. Karena itu apabila ada masalah yang harus dirundingkan atau diselesaikan, Bathara Sambolah yang diminta menyelesaikannya. Ia sangat sakti, dan apabila bertiwikrama dari tubuhnya akan keluar prabawa hawa yang dapat menundukkan lawannya. Bathara Sambo pernah turun ke arcapada dan menjadi raja di negara Medangprawa bergelar Sri Maharaja Maldewa
Sumber : Senawangi
Bathara Sambu nate kajibah ngebur samodra susu
-

Sri


DEWI SRI atau Dewi Sulastri (pedalangan Jawa) adalah putri sulung Prabu Sri Mahapunggung, raja negara Medangkamulan dengan Dewi Danawati. Prabu Sri Mahapunggung adalah nama gelar Bathara Srigati, putra Sanghyang Wisnu dengan Dewi Sri Sekar/Sri Widowati yang turun ke Arcapada untuk menjaga kelestarian dunia. Dewi Sri mempunyai tiga orang adik kandung, yaitu ; Sadana, Wandu dan Oya.
Dewi Sri berwajah sangat cantik. Ia diyakini sebagai titisan Bathari Sri Widowati, neneknya. Dewi Sri memiliki sifat dan perwataan: murah hat, baik budi, sabar dan bijaksana. Bersama adiknya, Sadana, ia dikenal sebagai Dewa lambang kemakmuran hasil bumi. Dewi Sri sebagai Dewa Padi, sedangkan Sadana sebagai Dewa hasil bumi lainnya, seperti : umbi-umbian, kentang, sayur-sayuran dan buah-buhanan. Oleh karena itu mereka tidak pernah dipisahkan.
Dalam lakon “Sri Sadana” diceritakan, bahwa Sadana meloloskan diri pergi dari negara Medangkamulan karena dimarai oleh ayahnya. Dewi Sri setelah mengetahui kepergian adiknya, lalu pergi mencarinya. Setelah melalui berbagai rintangan dan pengalaman pahit karena dalam perjalanan bertemu dengan raksasa Kalagumarang/Karungkala yang terus menerus mengejarnya. Setelahselamadari nafsu jahat Karungkala, akhirnya Dewi Sri dapat bertemu kembali dengan Sadana
Sebagai Dewa Hasil Bumi, Dewi Sri dan adiknya. Sadana diyakini hidup sampai akhir jaman, sebab mempunyai tugas memberikan kemakmuran kepada masyarakat.
Sumber : Senawangi
Sri, Dewi
-

Srigati


BATHARA SRIGATI adalah putra sulung Sanghyang Wisnu dengan permaisuri Dewi Srisekar/Dewi Sri Widowati. Ia mempunyai dua orang saudara kandung masing-masing bernama; Bathara Srinada yang turun ke Arcapada dan menjadi raja negara Wirata bergelar Prabu Basurata, dan Bathari Srinadi. Bathara Srigati juga mempunyai 15 orang saudara seayah lain ibu, putra-putri Dewi Pratiwi dan Dewi Sri Pujayanti. Diantara mereka yang dikenal adalah ; Bambang Sitija/Prabu Bomanarakasura yang menjadi raja di negara Surateleng, Dewi Siti Sundari, Bathara Bhisawa, Dewi Srihuna/Srihunon yang menikah dengan Bathara Brahmanaresi dan menurunkan trah Saptaarga, Dewi Srihuni dan Bathara Isnapura yang menurunkan Prabu Yudakalakresna, raja raksasa dari negara Dwarawati.
Bathara Srigati turun ke Arcapada dan menjadi raja di negara Purwacarita bergelar Prabu Sri Mahapungung. Ia menikah dengan Dewi Danawati dan mempunyai empat orang putra masing-msing bernama ; Dewi Sri, Sadana,Wandu dan Oya.
Bathara Srigati sangat sakti. Ia pernah dimintai bantuan ayahnya Sanghyang Wisnu yang menjadi raja di negara Medangkamulan bergelar Prabu Satmata, untuk membinasakan Prabu Watugunung raja negara Gilingwesi yang selain berani menyerang Suralaya juga telah bertindak keliru mengawini ibu kandung dan ibu tirinya.
Setelah lanjut usia dan merasa tidak mampu lagi mengendalikan roda pemerintahan, Prabu Sri Mahapunggung menyerahkan tahta kerajaannya kepada putra ketiga, yaitu Wandu yang setelah naik tahta kerajaan Purwacarita bergelar Prabu Srimahawan.
Sumber : Senawangi

Srihunon


DEWI SRIHUNA atau Dewi Srihunon adalah putri kesembilan Sanghyang Wisnu dengan permaisuri Dewi Sripujayanti. Ia mempunyai 12 saudara kandung, masing-masing bernama: Bathara Herumaya, Bathara Isawa, Bathara Bisawa, Bathara Isnawa. Bathara Isnapura — yang disabda menjadi raksasa dan berganti nama Ditya Rudramurti yang menurunkan Prabu Yudakalakresna, raja raksasa dari negara Dwarawati —, Bathara Madura, Bathara Madusena, Bathara Madusadana, Dewi Srtihuni, Bathara Pujarta, Bathara Parwanboja dan Bathara Hardanari.
Dewi Srihuna juga mempunyai lima orang saudara lain ibu, putra-putri Sanghyang Wisnu dengan Dewi Srisekar dan Dewi Pratiwi. Mereka adalah, Bathara Srigati yang menjadi raja negara Purwacarita bergelar Prabu Sri Mahapunggung. Kemudian Bathara Srinada yang menjadi raja negara Wirata bergelar Prabu Basurata. Batara Srinadi yang menurunkan raja-jara Mandaraka, Bambang Sitija/Bomanarakasura raja negara Surateleng dan Dewi Siti Sundari.
Pada mulanya Dewi Srihuna akan dinikahkan dengan Bathara Brahmanasadara (Bremana), Putra Sanghyang Brahma dengan Dewi Sarasyati.Tapi Bathara Bremana menolak. Dewi Srihuna kemudian dinikahkan dengan Bathara Brahmanaresi (Bremani) adik Bathara Bremana. Dari perkawinan tersebut ia mempunyai seorang putra bernama Bambang Parikenan, yang merupakan cikal-bakal keturunan trah Wukir Retawu/Saptaarga.
Karena Bathara Bremana kemudian jatuh cinta pada Dewi Srihuna, maka setelah Bambang Parikenan lahir, oleh Bathara Brahmanaresi, Dewi Srihuna diserahkan kepada kakaknya, Bathara Brahmanasadara (Bremana). Dari perkawinan tersebut, Dewi Srihuna mempunyai dua orang putri, masing-masing bernama : Dewi Srini dan Dewi Satapi.
Sumber : Senawangi

Sri Widowati


DEWI SRI WIDOWATI dikenal pula dengan nama Dewi Srisekar. Ia adalah permaisuri utama Sanghyang Wisnu. Dewi Sri Widowati berasal dari Cupu Linggamanik, sebagai hasil semedi Hyang Anantaboga dari kahyangan Saptapratala. Dari perkawinan tersebut, ia memperoleh tiga orang putra masing-msing bernama ; Bathara Srigati, Bathara Srinada dan Bathari Srinadi. Dewi Sri Widowati selain sangat cantik dan anggun juga memiliki kharisma yang tinggi sebagai wanita utama.
Dewi Sri dan Bathara Wisnu merupakan pasangan yang tak terpisahkan. Apabila Bathara Wisnu turun menitis ke Arcapada dalam mengemban tugas mengembalikan keseimbangan dunia dari tindakan keserakahan dan perbuatan keangkaramurkaan, Dewi Sri akan ikut turun menitis sebagai pasangannya, walau harus melalui berbagai rintangan. Karena itu titisan Dewi Sri selalu menjadi incaran/buruan para penyandang sifat angkara murka, sepeti Prabu Dasamuka/Rahwana, raja negara Alengka.
Pada jaman Ramayana, Dewi Sri menitis pada Dewi Kusalya, putri Prabu Banaputra, raja negara Ayodya, ibu Ramawijaya. Kemudian menitis pada Dewi Citrawati, putri Magada dan menjadi istri Prabu Arjunasasra, raja negara Maespati, selanjutnya menitis pada diri Dewi Sinta, putri Prabu Janaka raja negara Mantili dan menjadi istri Ramawijaya. Pada jaman Mahabharata, ketika Bathara Wisnu menitis pada diri Sri Kresna, raja negara Dwarawati, Dewi Sri menitis pada diri Dewi Sumbadra, adik Sri Kresna dan menjadi istri Arjuna, satria Pandawa.
Sumber : Senawangi

Supraba


DEWI SUPRABA adalah bidadari yang sangat terkenal karena kecantikannya. Ia masih keturunan Dewi Kanika, putri Sanghyang Taya, adik Sanghyang Wenang. Banyak titah Arcapada yang tergila-gila ingin memperistri Dewi Supraba. Dengan mengandalkan kesaktian, mereka nekad datang melamar ke Suralaya dengan pertaruhan nyawa.
Dari sekian banyak titah Arcapada yang sangat bernafsu dan juga karena dendam ingin memperistri Dewi Supraba adalah Prabu Niwatakawaca, raja raksasa negara Manikmantaka. Mata kanan Prabu Niwatakawaca yang waktu mudanya bernama Arya Nirbita menjadi buta karena ditusuk dengan kacip (pemotong buah gambir ) oleh Dewi Supraba saat ia sedang mengintip tingkah pola para bidadari di kahyangan Kaideran. Prabu Niwatakawaca yang sangat sakti dan tak terkalahkan oleh para dewa, akhirnya mati oleh panah Pasopati yang dilepas Arjuna, setelah rahasia kesaktiannya/kematiannya berupa noktah hitam dilangit-langit mulutnya diceritakan sendiri kepada Dewi Supraba.
Oleh Sanghyang Manikmaya, Dewi Supraba dihadiahkan kepada Arjuna yang atas jasanya membunuh Prabu Niwatakawaca dinobatkan sebagai raja Kaideran bergelar Prabu Kariti. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh seorang putra yang diberi nama ; Prabakusuma. Dewi Supraba adalah salah seorang bidadari upacara Suralaya yang terdiri dari tujuh orang, yaitu ; Dewi Supraba, Dewi Lenglengdanu, Dewi Gagarmayang, Dewi Tunjungbiru, Dewi Irimirin, Dewi Warsiki, dan Dewi Wilutama.
Sumber : Senawangi

Surya


BATHARA SURYA adalah Dewa Matahari yang bertugas menerangi Arcapada, memberi perkembangan hidup dan kesehatan kepada semua makhluk yang terjadi disiang hari. Bathara Surya adalah putra keenam Sanghyang Ismaya dengan Dewi Senggani. Ia mempunyai sembilan orang saudara kandung, masing-masing bernama; Bathara Wungkuam, Bathara Tambora, Bathara Wrahaspati, Bathara Siwah, Bathara Kuwera, Bathara Candra, Bathara Yama/Yamadipati, Bathara Kamajaya dan Dewi Darmanasti.
Bathara Surya mempunyai tempat tinggal di Kahyangan Ekacakra. Ia mempunyai tiga orang permaisuri yaitu; kakak beradik Dewi Ngruna dan Dewi Ngruni, serta Dewi Prati/Dewi Haruni, putri Hyang Ramaparwa, putra Sanghyang Wening. Dengan Dewi Ngruna, Bathara Surya berputra Resi Suwarna yang kemudian menurunkan bangsa Garuda. Dengan Dewi Ngruni berputra ; Dewi Suryawati yang kemudian diperistri oleh Gatotkaca, dan Bathara Suryanirada. Sedangkan dengan Dewi Prati, Bathara Surya berputra Bathara Rawiatmaja yang kemudian menurunkan raja-raja Maespati, trah pertapaan Argasekar, trah pertapaan Grastina/keturunan Resi Gotama dengan Dewi Indradi.
Secara tidak resmi, Bathara Surya juga mengawini Dewi Kunti dan berputra Suryatmaja/Adipati Karna. Bathara Surya juga memberikan Cupu Manik Astagina kepada Dewi Indradi yang mengakibatkan ketiga putra Dewi Indradi, yaitu ; Dewi Anjani, Subali dan Sugriwa berubah wujud menjadi kera.
Bathara Surya mempunyai kereta yang ditarik oleh tujuh ekor kuda dan pernah dipinjam Batahra Wisnu untuk memusnahkan Prabu Watugunung, raja Gilingwesi. Bathara Surya pula yang mengetahui tatkala Ditya Kalarahu mencuri Tirta Amerta, hingga persembunyiannya dapat diketahui dan dapat dibinasakan oleh Bathara Wisnu.
Sumber : Senawangi
Bathara Surya njurung ngrembakane titah
-

Tara


DEWI TARA adalah seorang hapsari/bidadari, putri sulung Bathara Indra penguasa kahyangan Kaindran (tempat tinggal para bidadari) dengan permaisuri Dewi Wiyati. Ia mempunyai enam saudara kandung, masing-masing bernama; Dewi Tari (menjadi istri Prabu Dasamuka), raja negara Alengka), Bathara Citrarata, Bathara Citragara, Bathara Jayantaka, Bathara Jayantara dan Bathara Harjunawangsa.
Oleh Bathara Guru, Dewi Tara diberikan kepada Sugriwa, putra Resi Gotama dengan Dewi Indradi/Windradi dari pertapaan Grastina/Erraya sebagai imbalan atas jasa Subali (kakak Sugriwa) yang telah berhasil membunuh Prabu Maesasura dan Jatasura dari kerajaan Gowa Kiskenda. Belum lama menjadi istri Sugriwa, Dewi Tara direbut Resi Subali yang termakan hasutan jahat Prabu Dasamuka, raja negara Alengka. Selama menjadi istri Resi Subali, Dewi Tara hamil.
Setelah Resi Subali meninggal oleh panah Gowawijaya milik Ramawijaya, Dewi Tara kembali menjadi istri Sugriwa. Ia kemudian melahirkan putra berwujud kera berbulu merah yang diberi nama : Anggada, sesuai dengan pesan Resi Subali sebelum ajal. Setelah Prabu Sugriwa meninggal karena usia lanjut Dewi Tara kembali ke kahyangan Kaindran, kembali hidup sebagai bidadari.
Sumber : Senawangi
Tara
-

Tari


DEWI TARI adalah seorang hapsari/bidadari, putri kedua Bathara Indra penguasa Kahyangan Kaindran (tempat tinggal para bidadari) dengan Dewi Wiyati. Ia mempunyai enam saudara kandung masing-masing bernama : Dewi Tara, Bathara Citrarata, Bathara Citragara, Bathara Jayantaka, Bathara Jayantara dan Bathara Harjunawangsa.
Oleh Sanghyang Manikmaya/Bathara Guru, Dewi Tari dan dua bidadari lainnya yaitu Dewi Aswani dan Dewi Triwati diberikan kepada tiga putra Alengka, yaitu Prabu Dasamuka, Kumbakarna dan Arya Wibisana. Mereka dijadikan persyaratan perdamaian karena kekalahan para Dewa menghadapi serangan Prabu Dasamuka dan balatentara negara Alengka. Dewi Tari menikah dengan Prabu Dasamuka, Dewi Aswani menikah dengan Kumbakarna dan Dewi Triwati dengan Arya Wibisana. Dari perkawinan tersebut, Dewi Tari mempunyai seorang putra bernama Indrajid/Megananda.
Setelah berakhinya perang besar Alengka dengan tewasnya Indrajid dan Prabu Dasamuka, Dewi Tari kembali ke Kahyangan Kaindran, hidup sebagai bidadari.
Sumber : Senawangi
Tari
-

Temboro


BATHARA TEMBORO dikenal pula dengan nama Bathara Patuk. Ia merupakan putra kedua Bathara Ismaya dengan Dewi Senggani. Bathara Temboro mempunyai sembilan orang saudara kandung, masing-masing bernama : Bathara Wungkuam, Bathara Kuwera, Bathara Wrahaspati, Bathara Syiwah, Bathara Surya, Bathara Candra, Bathara Yama/Yamadipati, Bathara Kamajaya dan Dewi Darmastuti.Bathara Temboro mempunyai gaya penampilan yang jenaka. Ia sangat pandai melawak dan gaya penampilan yang lucu. Karena keahliannya melucu dan sikapnya yang jenaka, Bathara Tembora menjadi dewa kesayangan Sanghyang Manikmaya/Bathara Guru. Karena dialah satu-satunya Dewa yang dapat menjadi pelipur lara dan penghibur Sanghyang Manikmaya.

Tunggal


TUNGGAL, SANGHYANG adalah putra sulung Sanghyang Wenang dengan Permaisuri Dewi Sahoti, putri Prabu Hari, Raja Keling negara Hindu. Ia lahir dalam wujud “akyan” (badan halus/jin) dan mempunyai empat saudara kandung masing-masing bernama Dewi Suyati, Batara Nioya, Batara Herumaya, dan Batara Senggana.
Dalam segala hal, Sanghyang Tunggal merupakan personifikasi dari Sanghyang Wenang, karena hidup sejiwa dengan Sanghyang Wenang, ayahnya. Ia mempunyai pusaka pemberian Sanghyang Wenang antara lain; Cupu Retnadumilah, Cupu Manikastagina, Lata Maha Usadi/Lata Mausadi, dan Kayu Rewan.
(“Rupa & Karakter Wayang Purwa” oleh Heru S. Sudjarwo, Sumari dan Undung Wiyono, penerbit Kakilangit Kencana cetakan ke-1 Mei 2010)

Tunjungbiru


DEWI TUNJUNGBIRU adalah salah seorang dari tujuh bidadari upacara Suralaya yang terdiri dari ; Dewi Supraba. Dewi Lenglengdanu, Dewi Irimirin, Dewi Gagarmayang, Dewi Wilutama, Dewi Warsiki dan Dewi Tunjungbiru sendiri.
Karena kecerdasannya dan sifatnya yang murah hati, setia dan penyabar, Dewi Tunjungbiru pernah diperintahkan oleh Sanghyang Manikmaya/Batara Guru untuk turun ke marcapada, menjelma/menitis sebagai putri Bathara Kandikota (turun ke-empat dari Sanghyang Darmajaka). Dalam penitisannya itu ia menikah dengan Prabu Arya/Aya, raja negara Duryapura. Dari perkawinan tersebut, Dewi Tunjungbiru mempunyai seorang putra yang diberi nama, Dasarata. Putranya ini kelak menikah dengan Dewi Kusalya, pewaris tahta negara Ayodya, dan menurunkan Ramawijaya.
Bersama keenam bidadari upacara Suralaya lainnya, Dewi Tunjungbiru pernah ditugaskan Bathara Indra turun ke marapada, untuk membangunkan tapa Arjuna di Goa Mintaraga, di lereng Gunung Indrakila bergelar Bagawan Ciptaning. Namun tidak berhasil membangunkan kekhusukkan tapa Bagawan Ciptaning.
Sumber : Senawangi

Umayi


UMAYI, DEWI dikenal pula dengan nama Dewi Uma. Ia adalah putri Umaran, seorang hartawan di Merut. Ibunya bernama Dewi Nurweni, putri Prabu Nurangin, raja jin di Kalingga. Dewi Umayi mempunyai adik kandung bernama Dewi Umarakti/Umaranti, yang menjadi permaisuri kedua Sanghyang Manikmaya.
Kelahiran Dewi Umayi diiringi kekacauan alam yang dahsyat. Gunung-gunung meletus, gempa bumi dan badai terjadi dimana-mana. Saat lahir dari rahim ibunya, ia bukan berupa bayi biasa, melainkan berwujud segumpal cahaya merah yang memelesat ke angkasa. Cahaya itu melayang ke sana kemari. Sang ayah segera mengejar dan mencoba menangkapnya, tetapi selalu gagal.
Akhirnya cahaya itu hinggap di puncak Gunung Tengguru, suatu tempat yang dikuasai para makhluk halus, peri, dan gandarwa. Di tempat itu saudagar Umaran lalu bersamadi, mohon pada Yang Maha kuasa agar anaknya yang berwujud cahaya itu dapat dikembalikan dalam wujud yang sempurna, yaitu layaknya menjadi bayi biasa. Doa itu terkabul namun bayi itu berkelamin ganda.
(“Rupa & Karakter Wayang Purwa” oleh Heru S. Sudjarwo, Sumari dan Undung Wiyono, penerbit Kakilangit Kencana cetakan ke-1 Mei 2010)

Warsiki


WARSIKI mempunyai arti ; “Seorang yang amat unggul akan kecantikannya.” Karena itu Dewi Warsiki ditetapkan sebagai salah seorang dari tujuh bidadari upacara Suralaya yang selalu mengiringi Sanghyang Manikmaya dalam setiap upacara resmi kedewatan. Keenam bidadai lainnya adalah ; Dewi Supraba, Dewi Lenglengdanu, Dewi Irimirin, Dewi Gagarmayang, Dewi Tunjungbiru dan Dewi Wilutama.
Dewi Warsiki adalah satu dari 40 (empat puluh) orang putri Sanghyang Nioya dengan Bathari Darmastuti. Salah seorang saudaranya, Dewi Urwaci, yang merupakan bidadari paling seksi di kahyangan, menjadi kecintaan Bathara Guru.
Dalam kisah “Arjuna Wiwaha” Dewi Warsiki pernah turun ke arcapada bersama keenam bidadari upacara Suralaya lainnya melaksanakan perintah Sanghyang Indra, untuk membuyarkan atau menggagalkan Arjuna yang sedang bertapa di Goa Mintaraga, hutan Kaliasa di lereng gunung Indrakilo.
Karena kecantikannya, Dewi Warsiki pernah menggoncangkan Suralaya, ketika Bathara Kalagotama, putra Bathara Kala dengan Dewi Durga yang ingin memoeristri Dewi Warsiki ditolak Bathara Guru. Perang tak dapat dihindarkan antara para dewa Suralaya melawan para raksasa dari Setragandamyit. Perang baru berakhir setelah Sanghyang Narada turun ke arcapada dan meminta bantuan Resi Manumayasa dari pertapaan Retawu, gunung Saptaarga. Dalam peperangan tersebut Manumayasa berhasil mengalahkan Bathara kalagotama dan kelima saudaranya, yaitu Bathara Siwahjaya, Bathara Kalayuwana, Bathara Kartinea dan Bathara Dewasrani.
Sumber : Senawangi

Wenang


WENANG, Sang Hyang adalah putra Sang Hyang Nurasa dengan permaisuri Dewi Sarwati, putri Prabu Rawangin, raja jin di Pulau Darma. Sang hyang Wenang lahir berwujud sotan (suara yang samar-samar) bersama adik kembarnya yang bernama Sang Hayang Wening. Dalam pedalangan, Sang Hayang Wenang dikenal pula dengan nama Sang Hayang Jatiwisesa. Saudara kandung lainnya adalah Sang Hyang Taya atau Sang Hyang Pramanawisesa yang berwujud akyan (badan halus/jin).
Setelah Sang Hyang Wenang dewasa, Sang Hyang Nurasa kemudian manuksma (hidup dalam satu jiwa) ke dalam diri Sang Hyang Wenang setelah menyerahkan benda-benda pusaka : Kitab Pustaka Darya, pusaka dan azimat berupa Kayu Rewan, Lata Maha Usadi, Cupu Manik Astagina dan cupu Retnadumilah.
Sang Hyang Wenang menikah dengan Dewi Sahoti/Dewi Sati, putri Prabu Hari raja negri Keling. Dari perkawinannya dianugerahi 5 putra yang kesemuanya berwujud akyan : Sang Hyang Tunggal, Dewi Suyati, Batara Nioya, Batara Herumaya dan Betara Senggana. Setelah Sang Hyang Tunggal dewasa, maka Sang Hyang Wenang menyerahkan tahta kerajaan dan segenap pasukannya kepada Sang Hyang Tunggal.
(“Rupa & Karakter Wayang Purwa” oleh Heru S. Sudjarwo, Sumari dan Undung Wiyono, penerbit Kakilangit Kencana cetakan ke-1 Mei 2010)

Wilutama


WILUTAMA adalah salah seorang dari tujuh bidadari upacara Suralaya yang terdiri dari : Dewi Supraba, Dewi Lenglengdanu, Dewi Gagarmayang, Dewi Tunjungbiru, Dewi Irimirin dan Dewi Warsiki. Karena kecerdasannya oleh Sanghyang Manikmaya, Dewi Wilutama ditetapkan sebagai kepala dari ketujuh bidadari upacara Suralaya tersebut.
Dewi Wilutama pernah turun ke Arcapada melaksanakan perintah Sanghyang Manikmaya untuk mempertemukan titisan Bathara Derma dengan Bathari Dermi. Waktu itu Bathara Derma menitis pada Raden Samba, Putra Prabu Kresna dengan Dewi Jembawati. Sedangkan Bathari Dermi, menitis pada Dewi Hagnyanawati, putri Prabu Narakasura raja negara Surateleng, yang telah menjadi istri Prabu Bomanarakusra, raja negara Prajatisa/Surateleng.
Menurut cerita pedalangan, Dewi Wilutama pernah turun ke Arcapada menjelma menjadi kuda sembrani betina dan membawa terbang Bambang Kumbayana/Resi Drona menyeberangi lautan yang waktu itu sedang mencari Arya Sucitra. Dalam peristiwa itu terjalin hubungan asmara antara Dewi Wilutama dengan Bambang Kumbayana. Akibatnya Dewi Wilutama hamil, dan melahirkan seorang putra lelaki yang mempunyai ciri-ciri berambut dan bertelapak kaki kuda, yang diberi nama Bambang Aswatama.

Winata


DEWI WINATA adalah putra Hyang Daksa. Ia mempunyai saudara kandung sebanyak 49 orang, dua belas orang diantaranya wanita. Diantara kedua belas saudara perempuannya yang dikenal dalam cerita pedalangan antara lain; Dewi Aditi (ibu Bathara Waruna), Dewi Muni (ibu dari Dewi Mumpuni, istri Bathara Yama yang kemudian menjadi istri Nagatatmala) dan Dewi Kadru.Dewi Winata beserta keduabelas saudara kandungnya menjadi istri Resi Kasyapa. Dari perkawinannya dengan Resi Kasyapa. Dewi Winata memperoleh dua orang putra berwujud burung garuda masing-masing bernama ; Garuda Aruna dan Garuda Aruni/Garuda Suwarna/Brihawan.
Dewi Winata pernah terkena kutuk pastu putranya sendiri, Garuda Aruna sebagia akibat ketidak sabarannya memecah telur Aruna sebelum waktunya menetas. Aruna yang merasa kesakitan kerena menetas sebelum waktunya membalas mengutuk ibunya, bahwa Dewi Winata akan menjadi budak saudaranya sendiri. Kutukan itu menjadi kenyataan. Dewi Winata diperbudak oleh Dewi Kadru akibat kalah menebak warna kuda Ucirawas, karena Dewi Kadru dibandu anak-anaknya yang berwujud ular melilit tubuh kuda Ucirawas, hingga tubuh kuda yang putih mulus menjadi belang-belang.
Bertahun-tahun Dewi Winata diperbudak Dewi Kadru untuk mengasuh ribuan ular anak Dewi Kadru dengan Resi Kasyapa. Penderitaan Dewi Winata akhirnya dapat dibebaskan oleh putranya, Garuda Aruni yang dapat memenuhi permintaan Dewi Kadru dengan memberikan tebusan berupa air Saktiwisa yang diperoleh Garuda Aruni dengan meminjamnya dari Bathara Brahmanayana, atas seijin Sanghyang Brahma.
Sumber : Senawangi

Wisnu


Sang Hyang Wisnu seorang Dewa putra Hyang Guru. Halusnya menitis, menjelma pada raja-raja dan ksatria-ksatria. Hyang Wisnu pernah juga menjadi raja di muka bumi ini sebagai manusia biasa bertakhta di Purwacarita dengan gelar Sri Maharaja Budakresna.
Mereka yang mendapat titisan Hyang Wisnu, menjadi orang orang yang sakti dan waspada. Yang mendapat titisan Wisnu ialah: Prabu Arjunasasrabau dari Maespati, Patih Suwanda di Maespati, Sri Rama, Arjuna dan Prabu Kresna. Penitisan juga terjadi sesudah zaman Purwa, ialah pada Prabu Jayabaya di Kediri.
Ketika Dewa ini dilahirkan, bumi terpengaruh hingga getar, sampai-sampai Betara Guru pun jatuh terpelanting.
Setelah dewasa, ia beristrikan Dewi Setyabama, putri Hyang Pancaresi, Hyang Wisnu bisa tiwikrama, menjadi raksasa yang tidak terhingga besarnya dan memiiki senjata cakra yang sangat sakti. Kesaktian dan senjata cakra itu digunakan oleh titisan Wisnu sebagai bukti bahwa mereka memang titisannya. Hyang Wisnu merupakan pokok pangkal yang memulai keturunan Pendawa dan ia berbesan dengan Hyang Brama.
Asal mula Hyang Wisnu mendapat bunga Wijayakusuma ialah sewaktu ia akan kawin dengan Dewi Pertiwi yang minta sebagai jujur bunga Wijayakusuma.
Semula bunga itu dimiliki oleh Begawan Kesawasidi. Tersebutlah, ketika Hyang Wisnu akan kawin dengan Dewi Pertiwi, maka bunga tersebut dipinjam oleh Hyang Wisnu untuk digunakan sebagai jujur. Permintaan itu dikabulkan. Tetapi untuk lengkapnya, barang siapa memiliki bunga itu harus memiliki pula kulitnya dan kulit itu dimiliki oleh Prabu Wisnudewa dari negara Garbapitu. Kulit bunga yang bertempat di dalam mulut seekor banteng (lembu hitam) dapat direbut oleh Hyang Wisnu dari mulut banteng itu. Terkabullah perkawinan Hyang Wisnu karena bisa mengadakan jujur yang diminta.
Menurut adat-istiadat Sala, pada waktu di situ masih terdapat seorang raja, maka pemetikan bunga Wijayukusuma dari Pulau Nusakambangan dilakukan oleh seorang ulama atas titah raja.
(“Sedjarah Wajang Purwa” oleh Pak Hardjowirogo penerbit PN Balai Pustaka Cetakan ke-5 tahun 1968)

Wrahaspati


Wrahaspati, BATARA adalah putra keempat Sang Hyang Ismaya dengan Dewi Senggani, putri Sang Hyang Wening/Darmayaka. Dia mempunyai 9 orang
saudara kandung yaitu Batara Wungkuam, Batara Tembora/Patuk, BataraKuwera, Batara Syiwah, Batara Surya, Batara Candra, BataraYamadipati, Batara Kamajaya dan Batari Darmayanti.Batara Wrahaspati sangat sakti dan berwatak penyabar sehingga dia menjadi guru para dewa.
Batara Wrahaspati bersahabat baik dengan seorang brahmana sakti bernama Resi Sukra yang telah bertapa selama 1.000 tahun memuja Batara Prameswara sehingga memperoleh ajian Sanjiwani, yaitu mantra sakti yang dapat menghidupkan orang yang telah mati meskipun telah menjadi abu sekalipun.Mengetahui Resi Sukra menjadi guru bangsa raksasa dan berusaha melawan para dewa, Wrahaspati kemudian menyuruh Kaca murid kesayangannya untuk berguru kepada Resi Sukra. Kaca berhasil mendapatkan mantra sakti itu dengan bantuan Dewi Dewayani, putri tunggal Resi Sukra bersama Dewi Jayanti, maka para dewa tetap tidak terkalahkan oleh golongan raksasa.
(“Rupa & Karakter Wayang Purwa” oleh Heru S. Sudjarwo, Sumari dan Undung Wiyono, penerbit Kakilangit Kencana cetakan ke-1 Mei 2010)

Yamadipati


Betara Yamadipati seorang Dewa dan anak Semar. Dewa ini berkuasa memegang kunci neraka dan berkuasa pula mencabut nyawa manusia. Maka menjadilah kepercayaan orang dulu, bahwa kalau orang yang sedang sakit melihat kedatangan Hyang Yamadipati, si sakit itu sudah mendekati ajalnya.
Gambar Wayang Yamadipati berupa orang bermuka raksasa, melambangkan keganasan Dewa itu.
Dewa ini beristrikan Dewi Mumpuni tetapi Dewi ini tidak suka pada Yamadipati
Hyang Yamadipati dapat disebut Dewa kematian. Ia bermahkota topong, berjamang dengan garuda membelakang, dan bersunting waderan. Bersenjata rencong dan berpakaian menurut adat-istiadat Dewa. Bermata plelengan (berkedip, tetapi jarang), menandakan keganasannya. Berhidung manusia, artinya tidak berhidung macam wayang, melambangkan, bahwa Dewa ini selalu mendekati manusia.
(“Sedjarah Wajang Purwa” oleh Pak Hardjowirogo penerbit PN Balai Pustaka Cetakan ke-5 tahun 1968)


SUMBER : http://wayangprabu.com/galeri-wayang/tokoh-dewa/